LIPUTAN KHUSUS

Makkette, Tradisi Sakral Sunat Perempuan Penyempurna Islam di Bone

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Selasa, 31 Jan 2023 11:30 WIB
Andi Ika Mardita masih ingat betul saat dia mendampingi kedua putrinya yang menjalani ritual sunat perempuan, tradisi sakral Bugis untuk menyempurnakan agama.
Ilustrasi. Makatte merupakan salah satu ritual sunat perempuan yang masih terus dilakukan oleh masyarakat Bugis hingga saat ini.

Makkatte yang dilakukan masyarakat bugis adalah satu dari sekian banyak praktik sunat perempuan di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia juga punya adat sunat perempuan. Di Gorontalo misalnya, tradisi khitan perempuan ini dikenal sebagai Mandi Lemon.

Sifatnya wajib, bahkan alat-alat yang digunakan juga cukup tradisional. Mulai dari bambu kuning, pisau atau sembilu, kunyit dan lainnya.

Mandi Lemon bagi masyarakat Gorontalo diyakini sebagai sesuatu yang sakral untuk 'membersihkan' perempuan. Tentu bukan hanya anak-anak yang boleh melakukan Mandi Lemon, mereka yang sudah dewasa dan tidak dikhitan saat bayi juga harus mengikuti adat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antropolog dari Universitas Indonesia, Irwan Hidayana yang memang kerap melakukan penelitian terkait tradisi sunat perempuan menyebut ada banyak unsur yang terkandung di dalam setiap prosesnya. Bukan hanya budaya, nyatanya sebagian masyarakat juga menganggapnya sebagai bagian dari titah agama, khususnya Islam.

"Jadi ada pencampuran, ada budaya atau tradisi dan agama, terutama Islam yang tidak bisa kita hilangkan begitu saja," kata Irwan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/1).

Saat ini, sunat perempuan memang menjadi isu yang cukup sensitif. Memang jika dilihat secara medis, tak ada manfaat apapun yang didapat dari sunat perempuan. Sebaliknya, sunat perempuan di berbagai belahan dunia justru dilarang.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan, bahwa sunat perempuan itu dilarang karena menyebabkan berbagai bahaya kesehatan dan merenggut hak asasi wanita.

Meski demikian, larangan tersebut tak bisa serta merta bisa langsung diterapkan di Indonesia. Ada beberapa alasan utama terkait hal ini, terutama terkait definisi praktik sunat yang berbeda-beda.

Ada yang menyebutnya hanya menggores, menukil sedikit, bahkan ada yang bilang hanya mengambil selaput di klitoris dengan niat 'pembersihan,' sehingga diklaim aman dan tak menyebabkan bahaya kesehatan serta melanggar HAM seperti yang dimaksud WHO.

Bukan cuma praktiknya, kompleksitas dari praktik sunat juga membuat aturan atau larangan sunat masih terasa ambigu.

"Kompleksitasnya begini, masyarakat sebagian masih melihatnya sebagai sebuah tradisi. Tradisi itu juga dibalut agama. Bahkan masyarakat lain menyebut kalau sunat perempuan ini wajib, makanya tidak semudah itu untuk dilarang," kata dia.

Meski demikian, sulit menjabarkan kapan tradisi sunat perempuan ini mulai dilakukan masyarakat Indonesia. Ada orang yang meyakini kalau sunat terhadap perempuan mulai dilakukan saat Islam masuk. Tapi tak sedikit juga yang menyebut sunat telah dilakukan jauh sebelum masuknya Islam.

Kata Irwan, literatur atau penelitian terkait sunat perempuan ini memang belum lengkap. Pandangan berbeda dalam melihat tradisi ini membuat sunat perempuan tak bisa dikelompokkan hanya dari sisi agama, medis, atau sisi budaya saja.

"Karena semuanya ada. Dari budaya ada, yang meyakini ini tradisi ada, tapi yang meyakini tradisi berbalut agama juga ada. Sulit mengelompokkannya," kata dia.

Jika berbicara tentang budaya dan tradisi yang mengakar di masyarakat, menghapusnya bukan sesuatu yang mudah. Apalagi saat semua sudah dibungkus dengan embel-embel keyakinan dan agama yang dianut.

Banner Topik Gaya Hidup - Kontroversi Sunat Perempuan di IndonesiaFoto: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani

Dibungkus agama

Bagi Irwan, bicara soal sunat bukan hanya bicara manfaat medis, tapi harus melihat tradisi, kepercayaan leluhur dan bagaimana keyakinan masyarakat terhadap warisan-warisan leluhur mereka ini harus tetap berjalan.

"Itulah (sunat perempuan) menjadi isu yang tidak mudah, kalau memang mau dihapus saya pikir panjang jalannya, karena sebagian melihat dari aspek agama, sebagian tradisi, sebagian medis. Jadi ini memang bukan hal yang mudah," tuturnya.

Terlepas dari perdebatan sunat yang dianggap berbahaya dan tak memiliki manfaat apapun bagi perempuan, masyarakat tetap meyakini bahwa sunat harus dilakukan. Tradisi yang sudah mengakar turun-temurun, diyakini oleh satu orang tua, lalu diwariskan ke orang tua lainnya.

Sama halnya dengan Ika dan ibu-ibu lainnya. Bagi mereka, sunat sama wajibnya dengan berpuasa di bulan ramadan atau menyembelih kambing di perayaan Idul Adha.

"Tidak ada perempuan kami yang tidak sunat, lagi pula memang wajib sunat kalau di kami. Kami beri pengertian ke anak, bahwa ini harus dilakukan, demi masa depan mereka saat sudah dewasa dan pertanggungjawaban ke yang maha kuasa," kata dia.

(chs)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER