Tradisi sunat perempuan tak cuma ada di Indonesia, tapi juga menjadi bagian dari budaya di berbagai negara. Tengok saja Halima, wanita asal Somalia, yang harus memiliki kenangan masa kecil yang kecut gara-gara sunat perempuan.
Saat masih kanak-kanak, Halima harus menjalani prosedur sunat sebagaimana anak perempuan lain di komunitasnya. Pengalaman menyakitkan ini terus terpatri di benaknya meski telah terjadi bertahun-tahun yang lalu.
"Prosedurnya menyakitkan. Saya berdarah selama berhari-hari," ujar Halima bercerita, menukil laman United Nation News.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Betapa tidak, prosedur sunat perempuan yang dilakoni Halima dilakukan tanpa anestesi. Ia juga terpaksa berada di tempat tidur selama lebih dari tiga bulan akibat prosedur sunat yang dijalaninya.
"Ketika buang air kecil, itu [efek sunat] juga akan menimbulkan masalah," tambahnya.
Meski rasa sakit yang harus ditanggung seumur hidup terus menghantui, Halima tetap melakukan praktik yang sama pada putrinya. Ketika menjadi seorang ibu, Halima tetap melepas putrinya untuk disunat, sama seperti yang dilakukannya di masa lalu.
"Putri saya menjalani sunat FGM (female genital mutilation), dan dia merasakan sakit yang saya alami," kata Halima.
Female genital mutilation merupakan prosedur pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris. Di komunitas Halima, anak perempuan yang tidak menjalani sunat akan dihina, dianggap najis dan tidak bersih.
Prosedur sunat perempuan di Somalia memang tergolong tinggi. Bahkan, merujuk Survei Kesehatan dan Demografi Somalia pada 2020, 99 persen wanita berusia 15 hingga 49 tahun telah melakukan prosedur sunat. Mayoritas anak perempuan harus disunat pada usia sembilan tahun.
Survei tersebut juga melaporkan bahwa 72 persen wanita percaya, sunat adalah persyaratan Islam. Padahal, beberapa pemimpin agama mengatakan Islam tidak mewajibkan sunat terhadap perempuan.
![]() |
Sunat perempuan bukan cuma terjadi di Somalia. Nyatanya, berdasarkan data United Nation Population Fund, prosedur ini dilakukan di hampir 52 negara di dunia.
Sebagian masyarakat di beberapa negara meyakini sunat sebagai sesuatu yang sakral karena berhubungan dengan adat kepercayaan dan agama. Sebagian lainnya melakukan sunat perempuan tanpa alasan pasti.
Sunat pun dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menggores, memotong sedikit bagian klitoris, memotong sebanyak mungkin klitoris hingga ke labia mayora dan labia minora. Yang paling ekstrem, sunat dilakukan dengan menutup lubang senggama wanita melalui cara menjahit dan menghilangkannya.
Menatap ke belakang, sejarah sunat perempuan tak diketahui dengan pasti. Namun, mengutip catatan FGM National Clinical Group, kemungkinan praktik sunat terhadap perempuan sudah dilakukan sejak 200 tahun lalu. Sebagian orang meyakini, sunat perempuan dipraktikkan pertama kali oleh orang-orang Mesir kuno sebagai tanda perbedaan di antara aristokrasi.
Lihat Juga : |
Tak cuma itu, sebagian orang juga percaya sunat perempuan dimulai selama perdagangan budak, ketika wanita budak kulit hitam memasuki masyarakat Arab kuno. Beberapa lainnya percaya sunat perempuan justru dimulai saat kedatangan Islam di beberapa negara Afrika.
Selain itu, ada juga yang meyakini ritual ini muncul dengan sendirinya di masyarakat Afrika sebagai bagian dari ritual menuju pubertas.
Terlepas dari mana asal muasalnya, hampir semua meyakini bahwa sunat bisa mengurangi hasrat seksual perempuan.
Simak negara yang mempraktikkan sunat perempuan di halaman berikutnya..