LIPUTAN KHUSUS

Sunat Perempuan di Antara Mereka yang Menginginkan dan Enggan

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Selasa, 31 Jan 2023 13:00 WIB
Sebagian orang menganggap sunat perempuan sah-sah saja atas dasar tradisi dan agama, tapi beberapa lainnya menentang.
Ilustrasi. Sebagian orang menganggap sunat perempuan sah-sah saja, sebagian lainnya menentang. (AFP/BAY ISMOYO)

Ada yang setuju, ada juga yang tidak setuju. Begitu pula halnya sunat perempuan.

Isyana Widyantari (30), misalnya, yang tak ingin buah hatinya disunat.

Menurut Isyana, anjuran untuk sunat perempuan memang muncul dalam beberapa ajaran Islam. Namun karena sifatnya yang tidak wajib, Isyana memilih tidak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bukan tidak setuju, tapi lebih ke enggak mau, karena enggak wajib juga," ujar Isyana, beberapa waktu lalu.

Lagi pula, Isyana percaya, tak ada manfaat kesehatan apa pun yang diberikan prosedur sunat perempuan. Tak ada pula indikasi medis yang membuat seorang anak perempuan harus melalui prosedur khitan.

Hal ini dibenarkan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi di RSPI, Jakarta, Muhammad Fadli. Alih-alih manfaat, sunat perempuan justru memiliki banyak risiko untuk anak.

"Sunat perempuan itu hanya kekerasan, harm. No benefit at all. Jadi, memang seharusnya tidak dilakukan," kata Fadli, ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

Bukan hanya memotong area klitoris saja yang berbahaya dan tak boleh dilakukan. Menurut Fadli, semua kegiatan yang dilakukan terhadap vagina tanpa indikasi medis juga tak boleh dilakukan, termasuk juga menggores atau membuat perlukaan kecil yang banyak dipraktikkan di Indonesia.

"[Menggores] bisa menyebabkan luka dan infeksi. Ingat, apa pun bentuknya, tak ada manfaatnya untuk kesehatan," kata Fadli.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sunat perempuan atau female genital mutilation (FGM) sebagai prosedur pemotongan sebagian area organ intim perempuan. Hal-hal apa pun, yang berdampak pada perlukaan di area genitalia, termasuk dalam kategori tersebut.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri telah mengeluarkan aturan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014. Namun, beleid itu tak melarang praktik sunat perempuan secara gamblang karena dianggap sebagai bagian dari tradisi, bukan tindakan yang dilakukan atas indikasi medis. 

"Karena bagian dari budaya, kami tidak bisa menghilangkan [sunat perempuan]," ujar Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Perempuan Kemenkes, Kartini Rustandi pada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Meski tidak melarang, namun Kemenkes tidak merekomendasikan orang tua untuk menyunat anak perempuannya.

"[Sunat perempuan] tidak ada manfaatnya, dampaknya ada jangka pendek itu bisa komplikasi, bengkak, pendarahan, demam," jelas Kartini.

(asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER