Waspada Dampak Negatif Roleplay, Ini Saran Psikolog
Istilah roleplay menjadi topik hangat usai viral di TikTok. Istilah ini mengacu pada seseorang yang menjiwai peran orang lain dalam situasi tertentu. Permainan ini tak lepas dari dampak negatif yang diakibatkan, terutama pada anak.
Psikolog klinis Kantiana Taslim menjelaskan dalam permainan roleplay, pengguna dapat menggunakan identitas yang dibuat dan bukan yang sebenarnya.
Merujuk pada sebuah jurnal yang meneliti soal roleplay, ia mengatakan bahwa praktik seperti ini membuat pengguna dapat menampilkan sebagian versi diri mereka yang mereka pilih untuk tampilkan.
"Mereka dapat menampilkan diri sesuai dengan apa yang sedang populer atau demand dari lingkungan sosialnya. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya agar mereka dapat fit-in dan berpartisipasi menjadi bagian dari lingkungan atau komunitas sosial tersebut," jelas Kantiana saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (20/6).
Hal ini, lanjut dia, dapat membuat anak dan individu menjadi rentan untuk tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya, bahkan dapat mengalami hambatan dalam mengeksplorasi identitas diri mereka pada anak-anak remaja. Padahal hal tersebut merupakan tugas perkembangan di masa remaja, untuk mengeksplorasi dan membentuk identitas diri mereka.
"Bisa saja individu jadi cenderung untuk menampilkan diri hanya sesuai dengan apa yang mereka lihat dapat diterima oleh lingkungannya sehingga mereka dapat diterima oleh komunitasnya," imbuhnya lebih lanjut.
Menurut psikolog dari Ohana Space itu, hal ini nantinya dapat menimbulkan konflik diri. Sebab, anak dan individu dapat merasa tidak bisa menjadi diri mereka apa adanya, berpengaruh terhadap harga diri mereka, dan menjadi tidak leluasa tampil apa adanya karena tidak sesuai dengan 'permintaan' lingkungan.
Namun, bukan berarti hal-hal ini tidak dapat dicegah. Menurutnya, pengarahan yang sesuai serta keterbukaan dari orang tua dan pengasuh utama menjadi penting untuk mengarahkan anak dalam menggunakan media sosial secara bijaksana.
Pentingnya pengawasan tersebut dikarenakan faktor-faktor dalam penggunaan media sosial yang terkait kesesuaian konten dengan usia pengguna, pembatasan durasi penggunaan, dan faktor keamanan dan privasi dalam penggunaan sosial media.
Di sisi lain, Kantiana mengatakan permainan roleplay sebenarnya dapat menjadi ajang bagi anak dan individu untuk mengasah kreativitas, membangun jaringan sosial dengan anak lainnya yang memiliki minat serupa, serta ajang mengekspresikan diri dan mengasah talenta diri.
"Selama orang tua dapat mengawasi penggunaan sosial media dalam permainan ini dan melakukan pembatasan konten
Lihat Juga : |
roleplayyang sesuai usia anak, maka sebenarnya dampak negatifnya dapat diminimalisir," jelasnya.
"Pengasuh dan orangtua juga perlu bersikap terbuka untuk mempelajari hal yang sedangtrendingini, sehingga dapat melihat alasan lebih jauh dan manfaat yang mungkin didapat anak dari permainan ini," lanjut Kantiana.
Keamanan dan privasi
Keamanan dalam menggunakan media sosial dan dunia digital tentu menjadi pertimbangan yang penting. Kantiana menyarankan orang tua untuk mengajarkan anak bagaimana menggunakan media sosial secara tepat.
"Apa saja hal-hal yang boleh dibagikan dan tidak seharusnya dibagikan serta ditampilkan di sosial media sehingga privasi anak tetap terjaga," kata dia.
Untuk anak yang masih muda dan remaja, lanjutnya, penggunaan sosial media sangat perlu untuk dimonitor oleh orangtua dan pengasuh untuk lebih menjaga keamanan anak.
Anak-anak yang lebih muda juga perlu pembatasan dan pengawasan yang lebih intens dalam menggunakan sosial media.
"Komunikasikan dan jalin keterbukaan dengan anak, apa saja yang perlu diperhatikan dalam bermain sosial media, dan jelaskan alasannya," kata Kantiana.
Konten dan usia
Banyak konten dalam media sosial yang mungkin saja tidak sesuai dengan usia anak, begitu pun dalam roleplay. Video maupun skrip yang beredar, tak semuanya memiliki manfaat, cerita, dan dampak positif.
"Amati dan filter lah konten-konten mana yang memang sesuai dan dapat dimainkan oleh anak. Konten-konten yang kurang bermanfaat dan tidak sesuai usia anak rentan membuat anak terpapar pada pornografi serta perilaku yang kurang tepat," jelas Kantiana.
Tak hanya itu, dia juga menyarankan orang tua untuk memberikan batasan secara tegas kepada anak konten seperti apa yang memang sesuai usianya.
Jika memang diperlukan, orangtua dapat menarik penggunaan sosial media. Namun berilah alternatif kegiatan positif kepada anak sehingga tetap ada hal positif yang dapat dilakukan.
"Misalnya, menyarankan dan mengikutkan anak ke dalam kelompok drama, komunitas seni, kursus tari dan lainnya untuk menyalurkan minat untuk tampil atau perform yang dimilikinya," jelas dia lebih lanjut.
(del/chs)