SUDUT CERITA

'Nak, Kita Harus Berjuang Bersama-sama Melawan HIV'

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Jumat, 21 Jul 2023 20:00 WIB
Nadia, bukan nama sebenarnya, hanya satu dari sekian banyak anak yang tertular HIV dari orang tuanya.
Ilustrasi. Tak sedikit anak yang harus terpapar HIV dari orang tuanya. (VaniaRaposo/Pixabay)

Stigma negatif HIV membuat Shinta tak berani mengabari siapa pun saat itu. Ia takut dianggap pezina, diusir oleh warga dari rumahnya di bilangan Jakarta Barat. Tak berani pula Shinta bercerita pada keluarga.

Kala itu, pikiran untuk mengakhiri hidup bersama buah hati sempat muncul di benak Shinta. Toh, pikirnya kala itu, HIV juga bisa membuatnya mati.

"Tapi dokter yang menangani saya dan almarhum suami terus mengingatkan bahwa HIV bisa ditekan virusnya, saya harus berjuang untuk Nadia dan kebetulan saya juga sedang hamil muda lagi adiknya Nadia," kata Shinta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi nahas, sang suami justru tak kuasa melawan HIV yang telah menggerogoti imunnya. Virus itu memicu berbagai komplikasi hingga sang suami mengembuskan napas terakhirnya pada akhir 2008 lalu.

"Dari situ saya berjuang sendirian, membesarkan Nadia, melahirkan adiknya Nadia dan alhamdulillah adiknya negatif HIV karena saya sudah melakukan perawatan dan tidak menyusui adiknya Nadia," kata dia.

Murung dan rendah diri

Saat ini, usia Nadia sudah menginjak 15 tahun. Namun lima tahun lalu, Nadia adalah anak yang kebingungan.

Betapa tidak, Nadia bingung saat Shinta memberitahunya soal HIV dan obat-obatan yang harus dikonsumsi setiap hari seumur hidupnya.

Nadia sendiri termasuk pintar menjaga rahasia. Tak ada satu pun teman di sekolahnya yang tahu soal penyakit yang diidapnya.

"Nadia memang tidak bisa beraktivitas seperti anak lain karena saya selalu khawatir dia sakit. Kalau temannya tanya, Nadia akan bilang kalau dia autoimun. Dia juga sejujurnya tidak terbuka di sekolah," kata Shinta.

Shinta memang tak ingin orang-orang di sekitar Nadia tahu soal HIV yang diderita anaknya. Jujur saja, dia takut Nadia dikucilkan.

Ilustrasi anak perempuan dan bonekaIlustrasi. Shinta tak ingin buah hatinya dikucilkan gara-gara HIV yang diidapnya. (Pixabay/Pezibear)

Memang, Nadia juga termasuk anak yang lebih pendiam. Nadia sering minder saat bertemu temn-teman sebayanya di sekolah yang sehat. Nadia juga takut pacaran, tak percaya diri dengan kondisi tubuh dan penyakit yang diembannya seumur hidup. Untungnya, HIV tak mengganggu prestasinya di sekolah.

Nadia, lanjut Shinta, juga tak pernah mengutarakan kekesalannya soal 'warisan' penyakit dari orang tuanya itu. Dia cuma bilang tak mau menikah dan ingin hidup bersama ibu dan adiknya saja.

"Sebenarnya itu yang membuat saya miris. Dia [Nadia] bilang dia mau hidup sendiri saja, membahagikan saya, ibunya dan adiknya. Sedih sekali hati saya rasanya," ujar Shinta.

Terkadang, rasa pilu menyelimuti Shinta. Ingin rasanya menangis seorang diri. Namun, kedua buah hatinya jadi alasan yang membuatnya tetap kuat.

"Saya juga harus kuat karena anak-anak saya membutuhkan saya," kata Shinta.

Kalau boleh jujur, Shinta terkadang masih menyalahkan sang suami atas apa yang dialaminya saat ini. Tak henti-hentinya ia bertanya mengapa harus dirinya dan Nadia yang menanggung beban seumur hidup.

Namun, Shinta sadar bahwa menyalahkan orang lain rasanya kurang tepat.

Alih-alih terus menyalahkan dan bertanya-tanya, Shinta memilih untuk melanjutkan hidup dengan sebaik-baiknya.

"Allah ngasih penyakit ini [HIV] ke kami karena Dia tahu kami kuat. Ayo nak, kita harus berjuang bersama," ujar Shinta.

(asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER