Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat setidaknya ada temuan delapan kasus virus Hanta tipe Haemorrhagic fever with renal syndrome (HFRS).
Kedelapan kasus tersebut ditemukan berdasarkan data surveilans hingga 19 Juni 2025, usai ramai laporan virus Hanta di Kabupaten Bandung Barat pada akhir Mei lalu.
Juru Bicara Kemenkes RI drg Widyawati memastikan, seluruh pasien saat ini sudah sembuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisinya seluruh pasien sudah sembuh dengan tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) 0 persen," ujarnya, Senin (30/6), mengutip detikHealth.
Delapan kasus tersebut ditemukan di empat provinsi, di antaranya DI Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.
Kedelapan pasien mengeluhkan beberapa gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri badan, lemas, dan tubuh yang menguning atau jaundice.
Pakar epidemiologi Dicky Budiman menyebut, jumlah kasus virus Hanta bisa jadi lebih banyak dari yang dilaporkan. Apalagi, menurut dia, gejala infeksi virus Hanta relatif mirip dengan penyakit lain.
"Salah satu masalahnya adalah gejala virus Hanta mirip dengan gejala leptospirosis, demam berdarah, dan sepsis. Ini dapat menjadi penghalang untuk diagnosis dan pengobatan," ujarnya.
Selain itu, Dicky juga menyoroti kemampuan Indonesia untuk mendeteksi penyakit yang masih terbatas. Literasi masyarakat tentang infeksi virus Hanta pun dinilai masih kurang.
"Penyakit ini endemik di beberapa negara, dan menurun pendapat saya, kemungkinan besar akan endemik di Indonesia," ujar Dicky.
Masyarakat yang tinggal di kawasan padat penduduk diimbau untuk lebih mewaspadai penularan virus Hanta. Utamanya, kawasan yang berada dekat dengan pasar bersanitasi buruk hingga area pertanian yang tidak dikelola dengan baik.
Selain itu, Indonesia juga kerap menghadapi banjir selama musim hujan. Kondisi ini dapat meningkatkan populasi tikus dan penularan virus Hanta.
(asr/asr)