Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa rencana pembangunan resort di Pulau Padar, Nusa Tenggara Timur (NTT), mematuhi peraturan perundang-undangan, termasuk kajian dampak lingkungan (AMDAL) dan prinsip konservasi satwa komodo (Varanus komodoensis).
Proyek ini juga menunggu hasil evaluasi dari UNESCO sebagai bagian dari pengelolaan Situs Warisan Dunia.
Dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/9/2025), Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional KLHK, Krisdianto, menyatakan bahwa pihaknya menghargai perhatian masyarakat terhadap rencana pengembangan sarana wisata alam oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo (TNK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KLHK memastikan bahwa setiap aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi di Taman Nasional Komodo wajib mematuhi regulasi yang berlaku, dengan mengutamakan perlindungan terhadap satwa dan ekosistemnya," ungkap Krisdianto, seperti dilansir Antara, Selasa (16/9).
Pulau Padar, bersama Pulau Komodo dan Rinca, merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1991. Oleh karena itu, setiap rencana pembangunan di kawasan ini harus mendapatkan penilaian dari UNESCO.
Krisdianto menjelaskan bahwa PT KWE telah mengantongi Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) sejak 23 September 2014 untuk lahan seluas 426,07 hektare di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Pembangunan fondasi sebanyak 148 tiang pancang di Pulau Padar dilakukan PT KWE antara akhir 2020 hingga awal 2021.
Namun, proses tersebut dihentikan pada Juni 2022 setelah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mengeluarkan arahan untuk menyusun dokumen AMDAL.
Setelahnya, PT KWE menyusun dokumen AMDAL dengan melibatkan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Konsultasi publik juga telah digelar pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo, melibatkan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi.
Beberapa masukan dari konsultasi tersebut mencakup penyesuaian lokasi sarana wisata untuk menghindari gangguan terhadap komodo atau sarangnya, pembangunan jalan elevasi tanpa menebang pohon, pengaturan jarak aman dari sarang komodo, serta kerja sama dengan pelaku industri wisata dan sekolah pariwisata lokal.
Terkait pembangunan asrama karyawan oleh PT Palma Hijau Cemerlang (PHC), mitra Balai Taman Nasional Komodo, Krisdianto menegaskan bahwa bangunan tersebut bersifat nonpermanen dan hanya digunakan untuk keperluan pengawasan kawasan, bukan untuk tujuan komersial.
Mengenai kekhawatiran terhadap populasi komodo di Pulau Padar, Krisdianto menyebutkan bahwa pengawasan oleh Balai Taman Nasional Komodo bersama Yayasan Komodo Survival Program (KSP) menunjukkan bahwa populasi komodo di pulau tersebut stabil dalam tiga tahun terakhir.
Bahkan, data awal tahun 2025 mengindikasikan adanya peningkatan populasi, meskipun analisis lengkap masih dilakukan.
KLHK mengajak semua pihak untuk menunggu hasil penilaian UNESCO yang sedang berlangsung dan menjaga keakuratan informasi agar tidak memicu misinformasi yang dapat menyesatkan publik. "Kami berkomitmen untuk menjaga kelestarian Taman Nasional Komodo sebagai warisan dunia," tutup Krisdianto.
(wiw)