Machu Picchu Terancam Dicabut dari Status sebagai Keajaiban Dunia
Gelombang kerusuhan di dekat gerbang Machu Picchu pada pertengahan September lalu tidak hanya membuat ratusan wisatawan terlantar, tetapi juga memperlihatkan ketegangan yang sudah lama membara antara masyarakat, pejabat pemerintah, dan industri pariwisata setempat.
Insiden ini mempertaruhkan kredibilitas situs warisan dunia tersebut sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru.
Krisis dimulai pada 14 September lalu setelah otoritas Peru mengalihkan konsesi bus Machu Picchu dari perusahaan Consettur, yang sudah memegang hak selama 30 tahun, kepada operator lain, San Antonio de Torontoy.
Melansir Outside Online, keputusan ini memicu bentrokan antara perusahaan wisata lokal dan menciptakan blokade yang melumpuhkan layanan transportasi. Akibatnya, wisatawan global terdampar di Aguas Calientes, kota terpencil yang menjadi gerbang menuju benteng Inca abad ke-15 tersebut.
Aguas Calientes terletak jauh di bawah Machu Picchu dan terisolasi dari jaringan jalan raya Kota Cusco, sehingga perjalanan kereta api menjadi vital bagi siapa pun yang tidak melakukan pendakian empat hari melalui Jalur Inca yang terkenal.
Bus di Aguas Calientes memungkinkan pelancong kereta menghindari pendakian menanjak sejauh 8 kilometer dengan kenaikan elevasi 714 meter.
Protes terbaru ini, yang bahkan memicu peringatan perjalanan dari Kedutaan Besar AS di Peru, melibatkan penduduk yang memasang balok kayu dan batu di sepanjang rel kereta api yang menghubungkan Aguas Calientes dengan Cusco dan Ollantaytambo, secara efektif memblokir rute utama ke Machu Picchu.
Pemerintah Peru turun tangan untuk menengahi dan berhasil mengevakuasi 1.400 wisatawan. Layanan kereta api dilanjutkan pada 17 September 2025, dan kedua perusahaan bus sepakat melanjutkan operasi di bawah rencana kontingensi.
Otoritas setempat berjanji akan menjamin transparansi dalam pemilihan operator bus permanen dan memberikan dukungan polisi untuk keselamatan wisatawan. Namun, banyak pertanyaan mengenai manajemen jangka panjang situs tersebut masih belum terjawab.
CEO operator tur SA Expeditions Nick Stanziano, menjelaskan bahwa Peru berada di garis tipis antara menghormati bentuk organisasi sosial Pribumi dan menyeimbangkannya dengan struktur modern masyarakat sipil kota serta industri swasta.
Ia menambahkan, konflik terbaru ini mengungkapkan masalah yang lebih dalam. Tumpang tindih kepentingan lokal dan regional terus menyisipkan diri ke dalam manajemen, tanpa keahlian teknis atau perencanaan jangka panjang yang dituntut oleh tanggung jawab semacam itu.