Penyakit IBD Kian Marak di Indonesia, Ini Gejala yang Harus Diwaspadai

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2025 07:00 WIB
Kasus IBD meningkat di Indonesia. Kenali gejala dan pentingnya deteksi dini untuk cegah komplikasi.
Ilustrasi. Waspada radang usus atau IBD yang diam-diam bisa membahayakan kualitas hidup. (iStockphoto/bymuratdeniz)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kesadaran terhadap penyakit radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) kini semakin penting seiring meningkatnya kasus di Indonesia. Kemenkes RI menilai tren ini perlu diperhatikan serius karena berkaitan erat dengan perubahan gaya hidup masyarakat.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi mengatakan akhir-akhir ini kasus IBD di Asia, termasuk Indonesia juga mulai menunjukkan kenaikan.

"Studi regional menunjukkan insiden IBD sekitar 0,7-1 per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini menjadi peringatan bahwa IBD perlu mendapat perhatian serius," kata dia dalam keterangannya, Selasa (9/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menerakan, pemerintah juga telah memasukkan penguatan layanan IBD ke dalam strategi penanganan penyakit tidak menular. Salah satu caranya yakni dengan memperkuat kemampuan fasilitas kesehatan dalam diagnosis, memastikan akses layanan yang tepat, dan menyediakan informasi yang akurat untuk edukasi publik.

Apa tu IBD?

IBD sendiri merupakan penyakit radang usus kronis yang menyebabkan peradangan jangka panjang pada saluran cerna. Kondisi ini mencakup dua bentuk utama:

• Kolitis Ulseratif: menyerang usus besar dan rektum, dengan peradangan pada lapisan mukosa.

• Penyakit Crohn: dapat muncul di seluruh saluran cerna, dengan peradangan yang lebih dalam dan tidak merata.

Keduanya bersifat progresif dan dapat memunculkan gejala seperti:

• diare berulang,

• nyeri atau kram perut,

• penurunan berat badan tanpa sebab,

• demam,

• rasa mudah lelah,

• hingga BAB berdarah.

Karena gejalanya sering menyerupai gangguan pencernaan biasa, banyak pasien terlambat mencari bantuan medis.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi, Ari Fahrial Syam menyebut gejala penyakit ini memang menyerupai gangguan pencernaan biasa. Makanya, banyak pasien yang terlambat mencari bantuan medis.

"IBD sering muncul dengan gejala yang sangat umum sehingga banyak pasien tidak segera memeriksakan diri. Padahal, jika tidak ditangani, penyakit ini dapat berkembang menjadi komplikasi berat," jelasnya dalam acara Pekan Kesadaran Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn 2025 yang digelar Yayasan Gastroenterologi Indonesia bersama Takeda Indonesia yang digelar di Jakarta secara daring, Selasa (9/12).

Menurut Ari, pemeriksaan IBD meliputi evaluasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, tes laboratorium, endoskopi, biopsi, serta pemindaian seperti CT scan atau MRI. Deteksi dini memungkinkan pasien mencegah komplikasi dan mempertahankan kualitas hidup.

Dia juga menyebutkan bahwa terapi untuk IBD kini semakin beragam. Mulai dari obat simptomatik hingga terapi biologis. Namun, penggunaannya harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan rekomendasi dokter.

Dampak lebih luas pada kualitas hidup

IBD tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik. Gejalanya dapat mengganggu banyak aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan, sekolah, pengasuhan anak, aktivitas sosial, hingga kesejahteraan psikologis.

Banyak pasien harus menyesuaikan pola makan, gaya hidup, bahkan memastikan akses mudah ke toilet saat beraktivitas. Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) menilai minimnya pengetahuan masyarakat membuat banyak pasien datang dalam kondisi yang sudah berat.

Head of PT Takeda Indonesia, Ulya Himmawati, menuturkan bahwa peningkatan kasus IBD di Asia membutuhkan kolaborasi berbagai pihak.

"Insiden IBD meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Karena itu, penanganannya memerlukan perhatian dari seluruh ekosistem kesehatan," ujarnya.

(tis/tis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER