FILM ANTIKORUPSI

Lola Amaria Buat Film Politik Bermodal Nyali Besar

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Agu 2014 14:33 WIB
Sutradara Lola Amaria menyayangkan film barunya yang menampilkan kasus korupsi di Indonesia ke ranah publik ternyata belum terlalu diminati dan hanya bertahan sepekan di layar lebar.
Jakarta, CNN Indonesia -- Tema politik dan antikorupsi mulai banyak dilirik sutradara Indonesia. Intrik dan kasus negara mulai diparodikan melalui kisah fiksi. Yang terakhir: Negeri Tanpa Telinga.

Film itu berani menampilkan kasus korupsi di Indonesia ke ranah publik. Namun sang sutradara, Lola Amaria mengakui, film seperti itu belum terlalu diminati dan hanya bertahan sepekan di layar lebar.

“Itu cukup menyedihkan. Karena, ada film Hollywood yang lagi main. Bioskop memilih itu karena lebih banyak yang menonton,” ujar Lola pada CNN Indonesia, Jumat (29/8).  Jumlah penonton yang diraih film Lola hanya berkisar di angka 10 ribu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, ia butuh waktu panjang untuk menuntaskan Negeri Tanpa Telinga. Lola perlu riset sampai lebih dari tiga tahun. Setelah itu, masih ada proses pencarian dana, syuting, dan pascaproduksi sekitar setahun.

Selain menyayangkan sistem bioskop yang seolah mendiskriminasi film dalam negeri, Lola juga melihat selera masyarakat Indonesia yang susah ditebak.

“Kalau orang koar-koar, enggak ada film Indonesia yang bagus, semua horor, ini malah dikasih yang bagus mereka enggak nonton juga. Ke mana larinya penonton film Indonesia?” ucapnya mengeluh.

****

Negeri Tanpa Telinga juga kesulitan mencari dana pada masa awal produksi. Ide awal yang sudah terbentuk sejak tiga tahun lalu, tidak juga mendapat gayung bersambut.

Baru setahun belakangan ada yang mau mendanai sehingga film bisa berjalan. “Satu, politik orang pikir susah. Mungkin mereka juga takut,” kata Lola.

Padahal menurut Lola, filmnya menggambarkan realitas yang sedang terjadi di Indonesia. Ia mengangkat dua kasus korupsi, partai besar dan partai berideologi agama. Seluruh adegan dan dialog pun melalui riset yang tidak singkat. Soal lobi politik, transaksi seks, memang benar terjadi di parlemen.

Namun, Lola menegaskan, filmnya sama sekali tidak berniat menyindir atau menyinggung pihak manapun. Bahkan ketika pemainnya ingin menyamakan karakternya dengan tokoh nyata, sutradara film Minggu Pagi di Victoria Park itu melarang.

“Banyak tokoh seperti itu, tolong create lagi, jangan copy cat mereka yang ada dalam pikiran kalian,” ia menuturkan.

Perkara penonton mengidentikkan masing-masing karakter dengan tokoh sungguhan, itu hal lain. Yang jelas melalui filmnya Lola hanya ingin menyadarkan, godaan terberat bukanlah saat miskin atau susah. Melainkan, saat duduk di jabatan tinggi dan mendapat kesempatan menyelewengkan kekuasaan.

“Ketika dihadapkan uang miliaran, kuat enggak. Itu ujian,” ujarnya.

Diakui Lola, membuat film sarat pesan, bertema agak berat, memang tidak mudah. Bukan hanya soal dana, tetapi juga bagaimana mencari penonton.

Investasi pun belum tentu kembali. “Nyali, itu yang perlu digarisbawahi. Harus berani, punya nyali besar untuk bikin film seperti ini,” tuturnya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER