Jakarta, CNN Indonesia -- Membuat komik bukan sekadar hobi bagi Ardian Syaf. Baginya, membuat komik merupakan mata pencaharian, apalagi saat ini ia dikontrak eksklusif selama dua tahun ke depan untuk DC Comics.
Kini, lelaki yang biasa disapa Aan itu sedang menggarap
Batman/Superman nomor 16 di kediamannya di Tulungagung, Jawa Timur.
Kecintaan Aan pada komik telah dimulai sejak di bangku sekolah dasar. Ia teringat kala itu sering membaca majalah Jawa bernama
Jaya Baya, di mana dalam majalah itu terdapat komik pada halaman belakang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain majalah itu, Aan juga mengaku terpengaruh komik Eropa. "Saya baru baca komik Marvel ketika kuliah," ujar Aan saat diwawancarai CNN Indonesia melalui telepon, Senin (22/9).
Pria berkacamata ini mulai serius menjadi komikus pada tahun 2005. Aan bercerita perlu usaha berkali-kali hingga akhirnya diterima oleh penerbit komik asing.
"Saya coba berkali-kali melamar menjadi komikus ke penerbit asing. Saya ingat waktu itu rajin ke warung internet, menunggu balasan dari penerbit," ujar Aan mengenang masa lalu.
Usahanya membuahkan hasil. Ia bergabung dengan Dabelbrothers Publishing dan menghasilkan komik
The Dresden Files pada 2008. Dari situ, tawaran berdatangan. Marvel menyuntingnya pada 2009. Aan berkesempatan menggambar komik
Nightcrawler dan
Captain Britain. Namun, ia hanya tiga bulan di Marvel.
Kesempatan lainnya muncul dari DC Comics pada tahun yang sama. Karyanya untuk DC Comics diantaranya,
Justice League of America, Batman Blackest Night, Batgirl, Aquaman, serta
Green Lantern Corps."Di DC Comics saya berkesempatan memasukkan kreativitas pribadi. Misalnya, di komik
Batgirl, saya buat Little Jakarta yang menampilkan Monumen Nasional," kata Aan.
Aan berperan sebagai penciller, yaitu orang yang memvisualisasikan naskah. Menurutnya, setiap penciller pasti meninggalkan ciri khasnya masing-masing dalam setiap komik.
"Meski kami berada di bawah DC Comics, pasti ada pembeda antara penciller yang satu dengan lainnya," katanya.
Menurutnya, DC Comics justru mendorong setiap komikusnya untuk menggambar sesuai dengan gaya masing-masing. "Kalau disamakan, malah membosankan," ucapnya.
Anehnya, lamaran Aan sebagai komikus di penerbit lokal justru tidak pernah membuahkan hasil.
"Dulu pernah melamar ke majalah anak di Jakarta tetapi tidak ada panggilan," katanya. Sejauh ini, karyanya di media lokal hanya sebatas karya ilustrasi.
Disiplin jadi kunci Aan untuk terus meningkatkan kemampuannya. "Setiap hari saya selalu menyempatkan menggambar komik. Dari DC Comics targetnya satu lembar per hari," ucapnya.
Mengenai honor, Aan tidak mau banyak bercerita, tetapi menurutnya standar yang diterapkan industri komik Amerika adalah sebesar US$ 100 atau sekitar Rp Rp 1,2 juta per lembar.
Aan dipercaya mengerjakan 22 halaman
Batman/Superman Nomor 16 yang direncanakan terbit November mendatang.
Meski bekerja untuk penerbit komik Amerika, Aan dapat tetap tinggal di kampung halamannya dan mengirimkan karyanya lewat surat elektronik.
"Saya bekerja sesuai yang diusulkan oleh editor. Mereka sudah tahu seperti apa gaya saya sehingga tugasnya pun disesuaikan," katanya.
Majukan kearifan lokal IndonesiaMenciptakan komik sendiri merupakan salah satu impian Aan. "Kalau disuruh memilih, saya lebih senang membuat komik cerita petualangan seperti
Tintin," katanya.
Ia berminat memasukkan cerita-cerita yang membumi, seperti memasukkan isu-isu lingkungan dan budaya Indonesia. "Bukan cerita pahlawan super, tetapi lebih ke kisah-kisah nyata yang ada di Indonesia," katanya lagi.
Aan berpendapat komikus tanah air sebaiknya membuat komik yang bercerita tentang budaya lokal untuk dapat maju ke taraf internasional. Menurutnya, kisah pahlawan super sudah menjadi ciri khas komik Amerika.
"Lebih baik angkat kearifan lokal supaya jadi pembeda dengan komik Barat," katanya.
Salah satu komik lokal yang ia sukai adalah
Enjah karya Beng Rahadian dan Tomas Soejakto yang baru saja mendapatkan penghargaan R. A. Kosasih. "Gambar dan ceritanya sangat Indonesia," kata Aan.
"Mengingatkan saya pada film horor zaman dulu yang dibintangi Suzanna."
Berdasarkan pengamatan Aan, perkembangan komikus tanah air sudah cukup baik, terlihat dari semakin banyaknya komik lokal di toko buku.
Sekolah komik pun makin banyak. "Kalau saya perhatikan, di Indonesia lebih banyak sekolah komik bergaya manga," katanya kemudian mengakhiri pembicaraan.