Jakarta, CNN Indonesia -- Peluncuran album d’Masiv
Hidup Ini Indah dalam bentuk
vinyl atau piringan hitam, tak lepas dari gagasan sang vokalis, Rian Ekky Pradipta. Sejak tahun 2010, ia menjadi kolektor format musik eksklusif itu. Saat ini, koleksi piringan hitamnya sudah menembus jumlah seribu keping.
Saat dihubungi
CNN Indonesia, Selasa (7/10) Rian menuturkan ia lebih banyak mengoleksi album musisi
jadul. “Yang saya dengar dari kecil, seperti The Beatles, Oasis, The Cardigans, NKOTB. Kalau Indonesia paling Rhoma Irama, Titiek Puspa, Chrisye,” katanya menyebutkan.
Untuk mendapatkan piringan-piringan hitam jadul itu, Rian tak segan berburu ke pasar-pasar barang bekas. Paling sering, ia menghabiskan uang di Blok M Square dan pasar barang antik di Jalan Surabaya, Jakarta. Pernah juga ia berburu melalui internet, ke Makassar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pokoknya kalau sudah koleksi, enggak peduli harga,” ujarnya berseloroh. Rian pernah mengeluarkan Rp 1,5 juta untuk membeli piringan hitam album Koes Plus. Demi album
Badai Pasti Berlalu milik Chrisye, ia juga sampai merogoh kocek lebih dari Rp 3 juta.
“Yang paling gila itu God Bless. Kemarin dia laku Rp 4,5 juta,” ucap Rian menambahkan. Ia juga mengumpulkan beberapa album promo, yang seharusnya tidak untuk dijual pada masanya. Untuk piringan hitam promo itu, kata Rian, biasanya hanya dihargai minimal Rp 200 ribu.
Belajar sejarah musikBagi Rian, mengoleksi piringan hitam bukan sekadar mengikuti tren semata. Dari masing-masing keping, ia juga belajar sejarah musik dunia. Karenanya, ia mengagumi anak-anak muda usia belasan sekarang, yang mulai gandrung mengumpulkan album-album lama.
“Anak muda mengumpulkan lagu-lagu tua, jadi bisa tahu sejarah musik,” katanya. Ia sendiri mengalaminya. Di salah satu album promo Chrisye yang dikoleksinya, Rian baru tahu bahwa salah satu karya sang maestro lagu cinta itu pernah dialihbahasa ke Inggris.
“Baru
banget kemarin saya dapat, album Chrisye yang ada lagu
Aku Cinta Dia tapi dinyanyikan dalam bahasa Inggris. Itu enggak ada di mana-mana, yang ada cuma di piringan hitamnya,” ujar Rian.
Ia sendiri saat ini sedang getol mengumpulkan album-album piringan hitam musisi Indonesia. Ada keunikan tersendiri, karena ia bisa bertemu langsung dengan penyanyinya. “Kalau ketemu, bisa minta tanda tangan di sampulnya. Misalnya sama Titiek Puspa, Guruh Soekarno,” ujarnya.
Alasan lainnya, kata Rian, album musisi luar negeri yang digandrungi rata-rata sudah ia dapatkan.
InvestasiKoleksi Rian yang mencapai lebih dari seribu keping piringan hitam, ditempatkan dalam ruang khusus di rumahnya. Seluruh piringan hitam disimpan rapi, bersama dua gramofon yang juga ia koleksi. “Satunya baru, satu lagi
jadul. Sekarang sudah banyak
ya, yang
portable juga ada,” katanya.
Setiap hari, ia memutar lagu-lagu kesukaannya. Kebiasaan itu bahkan tertular ke anaknya yang masih berusia 1,5 tahun. “Setiap pagi dia minta disetelkan. Dia bilang, ‘
Vinyl, vinyl’. Dulu waktu kecil saya enggak bisa beli, jadi sekarang dia saya belikan,” tutur pria 27 tahun itu.
Bagi Rian, mengoleksi piringan hitam sama saja sebuah investasi. Semakin langka, akan semakin dicari. Harganya pun semakin mahal. Beli hanya ratusan ribu, beberapa tahun lagi dijual bisa jutaan.
Perawatannya pun tak sulit. “Piringan hitam itu paling gampang. Kualitasnya juga gila. Mungkin ribuan tahun itu enggak akan rusak,” katanya. Ia hanya perlu membersihkannya dari debu. Itu pun tak harus setiap hari. Sesekali, diberi cairan khusus atau sekadar dibersihkan dengan alkohol.
“Enggak akan rusak. Kamu kasih sabun colek juga dia enggak rusak,” ucapnya bercanda.
Rian menjelaskan, yang paling penting dari piringan hitam adalah sampulnya. Itu punya nilai seni tersendiri. “Yang jelas, kalau
vinyl masih ada
cover-nya, pasti harganya mahal,” ujarnya menegaskan.