PENGHARGAAN PENULISAN

Persaingan Penulis Inggris Kian Sengit

CNN Indonesia
Jumat, 10 Okt 2014 14:07 WIB
Samuel Johnson Prize for Non-Fiction mengumumkan enam dari 15 penulis yang lolos ke daftar pendeknya. Awal November nanti, akan ada satu pemenang.
Ilustrasi
Jakarta, CNN Indonesia -- Kompetisi para penulis Inggris dalam ajang Samuel Johnson Prize for Non-Fiction semakin sengit. Kamis (9/10) penghargaan bergengsi itu mengumumkan daftar pendek nama penulis yang masuk kriteria penilaian juri.

Dari laman Reuters diketahui, cerita nyata soal bagaimana penduduk desa di pegunungan Perancis menyelamatkan ribuan orang dari kamp konsentrasi selama masa Nazi, bersaing ketat dengan kisah perbudakan abad ke-19. Keduanya menyoroti persoalan humanisme.

Cerita penduduk desa termaktub dalam buku berjudul Village of Secrets: Defying the Nazis in Vichy France, yang ditulis oleh Caroline Mooreheads. Rivalnya, Greg Grandin, menulis The Empire of Necessity yang mengungkap banyak hal rahasia soal perbudakan abad ke-19 di Spanyol.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain kedua penulis itu, di daftar pendek Samuel Johnson Prize for Non-Fiction juga ada empat penulis lain: Helen Macdonald yang menulis H is for Hawk, Alison Light dengan karyanya Common People, Marion Coutts dengan buku The Iceberg: a Memoir, dan John Campbell penulis Roy Jenkins.

“Empat buku ditulis perempuan, dua tentang sejarah dan dua riwayat hidup. Dua buku lagi ditulis pria, tentang biografi dan studi menarik soal perbudakan di abad ke-19,” kata salah satu juri yang juga sejarawan, Claire Tomalin.

Ia menjadi juri bersama Alan Johnson, editor buku Financial Times Lorien Kite, filsuf Ray Monk, dan sejarawan Ruth Scurr. Mereka memilih buku yang terbit antara 1 Januari hingga 31 Desember 2014.

Enam buku itu unggul di antara 15 buku yang ada di daftar panjang kompetisi itu. Daftar panjang itu sendiri dikeluarkan awal September lalu. Diterangkan Tomalin, juri memilih karya yang penulisannya berkualitas tinggi, dan penulisnya intelek serta secara emosional berkaitan dengan subjek.

“Kualitas penulisannya harus konsisten. Jelas, berwarna, antusias, dan kuat,” ujarnya menyebutkan.

Diakui Ruth Scurr, cukup sulit memilih enam dari 15 buku yang masuk kategori penilaian mereka. Semua menarik. “Bahkan buku yang benar-benar menuliskan sejarah pun bisa disandingkan dengan novel terbaik,” katanya memuji.  Enam yang terpilih, benar-benar yang terbaik dari terbaik.

Dari enam buku di daftar pendek itu, para juri akan memilih satu pemenang. Itu akan diumumkan pada 4 November 2014. Pemenang Samuel Johnson Prize for Non-Fiction akan diganjar hadiah uang sebesar 25 ribu Poundsterling atau sekitar Rp 486 juta.

“Masing-masing buku bisa menjadi pemenang, dan kami rasa nyaris tak mungkin memilih hanya satu,” tutur Tomalin, yang juga duduk di kursi juri.

Tahun lalu, pemenang Samuel Johnson Prize for Non-Fiction adalah Lucy Hughes-Hallet, penulis The Pike. Karyanya merupakan biografi dari Gabriele D'Annunzio, seorang fasis Italia.

The Pike unggul dibanding 17 buku lain dalam daftar panjang Samuel Johnson Prize for Non-Fiction 2013, dan lima buku di daftar pendeknya. Tahun ini, penghargaan didominasi buku bertema sejarah.

Samuel Johnson Prize sudah ada sejak 1999. Penghargaan itu menaungi berbagai topik buku, seperti isu aktual, sejarah, politik, sains, olahraga, perjalanan, biografi, autobiografi, juga seni. Penghargaan itu terbuka untuk penulis berkewarganegaraan apapun, asal menerbitkan bukunya di Inggris.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER