Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia harus berbangga saat salah satu film tentang negara ini masuk nominasi Oscar tahun 2014.
Meski The Act of Killing (Jagal) bercerita soal skandal pembantaian terbesar di Indonesia, tapi film itu membetot perhatian internasional.
Begitu pula dengan sekuelnya,
The Look of Silence (Senyap) yang menarik perhatian juri Venice International Film Festival.
Kedua film itu digarap sutradara Amerika, Joshua Oppenheimer. Joshua dengan kameranya menjelajah Medan, Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mendatangi para pembunuh di tahun 1965, juga keluarga korban. Namun, dalam konferensi pers di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (10/11) Joshua menuturkan filmnya adalah milik Indonesia.
"Ini karya Indonesia, bukan Joshua. Film ini kerja sama saya dengan 60 orang Indonesia, digarap 10 tahun. Mereka ikut saya bikin ini karena mereka anggap ini penting. Tapi mereka tidak bisa mengakui ini pekerjaan mereka," ujar Joshua menjabarkan.
Karena itulah, banyak kru film termasuk asisten sutradara dalam
The Look of Silence yang anonim.
(Baca Juga: Jokowi Dituntut Minta Maaf Soal Pembantaian PKI)Joshua menuturkan, filmnya memang tidak dibuat serta-merta. Prosesnya panjang. Ia tidak dengan mudah membuat orang yakin padanya, mau berbicara blak-blakan, dan sumber-sumbernya kredibel serta tepat.
"Saya datang bukan mencari saksi bersama tim. Saya tinggal cukup lama, di satu desa sekitar enam bulan," ujarnya bercerita. Dari situ, perlahan masyarakat terbuka soal pengalaman 1965.
Awal datang ke Indonesia sekitar tahun 2001, Joshua hanya berniat membuat film tentang sulitnya membuat serikat buruh kelapa sawit di Sumatera.
Ternyata, ia berhasil menguak fakta yang lain. Ia melihat sejarah yang sengaja dibengkokkan. "Mereka berbohong. Mereka bilang pembunuhan massal itu penting dan heroik.
Brain wash untuk pendidikan dasar anak sangat kuat," kata Joshua dalam bahasa Inggris.
Melihat traumatis masyarakat yang jika dibiarkan berkepanjangan akan menyesatkan, Joshua memutuskan bicara lewat film. Beberapa tokoh ia datangi.
(Baca juga: Korban Pembantaian 1965 Ikut Nonton Film PKI)The Act of Killing bicara dari sudut pandang pelaku, sedang
The Look of Silence dari sudut keluarga korban. "Mereka mulai terbuka. Dan mereka menyadari, ada yang salah dengan sejarah hari ini," ucap Joshua. Itulah yang ia coba ubah.
Adi Rukun, tokoh utama Joshua dalam
The Look of Silence memang bukan sosok kemarin. Ia pemuda masa kini yang tak mau kalah dengan sejarah. Ia ingin mengungkap sesuatu, kesalahan masa lalu. Jika dibiarkan, masyarakat akan terus terkungkung senyap.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi, harus tanya pada siapa. Ketika Joshua datang, itu pucuk dicinta ulam tiba. Keingintahuan saya makin mendalam. Saya minta Joshua pertemukan saya dengan pelaku," kata Adi yang kakaknya dibantai pada peristiwa 1965.
Adi menambahkan, "Saya ingin anak saya dan lainnya tidak lagi dapat cerita tentang stigma negatif korban 1965." Ia pun membantu Joshua bersama kru film lainnya, membuat film untuk menegakkan sejarah Indonesia.