Jakarta, CNN Indonesia -- Membuat film memang tidak gampang, lebih-lebih yang secara utuh menampilkan adegan laga dan kecanggihan. Butuh kerja keras dan waktu lama untuk mewujudkannya dengan hasil akhir sempurna.
Sepuluh tahun, selama itulah sutradara X-Jo dan timnya menggarap film tentang jagoan super
Garuda. Siap ditayangkan serentak di bioskop-bioskop di beberapa kota di Indonesia, mulai besok Kamis (8/1).
Berdurasi 80-an menit,
Garuda dibuat dengan teknik visual
Computer Generated Imagery (CGI) yang canggih. Rangkaian imaji
Garuda tak ubahnya film Hollywood yang bertemakan
superhero.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(
Baca Juga: Garuda, Parade Kecanggihan Jagoan Indonesia)
Saat ditemui di Jakarta, tadi malam (6/1), X-Jo mengaku menggunakan CGI karena alasan biaya. Namun terlepas dari hal ini, niatnya menggarap
Garuda yang dilakonkan oleh aktor Rizal Alaydrus ini dilandasi keprihatiann.
(
Baca Juga: Rizal Alaydrus, Dokter Nutrisi yang 'Nyambi' Jadi Superhero)
Film
superhero Hollywood memang patut diacungi jempol. Namun dominasi film ini di bioskop Tanah Air membuat X-Jo prihatin. Ia pun membulatkan tekadnya membuat film
superhero pertama ala Indonesia.
Jelas bukan perkara mudah. Namun X-Jo tak gentar sekalipun menempuh jalan panjang dan berliku. Mimpinya pun terwujud nyata dengan harapan menyegarkan perfilman Indonesia.
Pertama dan Kedodoran Kurun sepuluh tahun ternyata tak cukup bagi X-Jo dan tim untuk menyempurnakan rangkaian imaji
Garuda. Di beberapa bagian film ini tampak kedodoran. Imaji Menara Eiffel, misalnya, terlihat pecah.
Garuda tak ubahnya
game versi layar lebar dengan teknik komputerisasi yang terbilang masih kasar. X-Jo memberi efek visual secara berlebihan sehingga
Garuda tak mudah dinikmati dan dimengerti.
Efek suara berdentum sepanjang film, terasa memekakkan telinga. Begitu pun efek kameranya. Adegan
slow motion ala
Matrix terasa berlebihan dan tidak ditempatkan secara tepat di beberapa slot.
Cerita mengalir tanpa memberikan gambaran utuh tentang sang lakon utama, Garuda. Hingga pengujung cerita, sosok sang jagoan super tetap menjadi misteri.
Terlepas dari segala gangguan—dari kemunculan seorang pemuka agama sebagai
cameo hingga iklan terselubung—film ini lumayan terselematkan berkat kehadiran Slamet Rahardjo.
Berperan sebagai Durja King, akting sang aktor kawakan begitu mulus. Namun pada saat yang sama, ia membuat pemain baru di sekelilingnya terlihat begitu amatir.
Indonesia Patut BanggaBagaimana pun, penonton
Garuda patut menyatakan salut atas ide dan usaha X-Jo dalam merangkum nasionalisme dan kebanggaan pada negeri sendiri.
Kelak membuat film serupa, agaknya X-Jo tidak perlu menggunakan teknik CGI secara utuh sepanjang film, cukup di beberapa bagian yang memang membutuhkan komputerisasi khusus.
Film tentang jagoan super akan lebih terasa ke-Indonesia-annya bila memunculkan karakter yang familiar seperti Gatot Kaca atau tokoh persilatan, ketimbang karakter fiktif ala Marvel Comics dan DC Comics.
Film tentang Indonesia diharapkan semakin mengentalkan rasa nasionalisme. Sekalipun anak-anak menyukai tokoh
superhero, tidak berarti semua film
superhero layak ditonton oleh mereka.
(vga/vga)