Jakarta, CNN Indonesia -- Film layar lebar pertama yang digarap Lukman Sardi diwarnai isu somasi. Cerita suasana Indonesia pada masa reformasi tahun 1998 yang diangkat Lukman, dianggap tidak sesuai dengan sejarah. Bahkan sebelum film ditayangkan, beredar pesan singkat berisi surat somasi untuk Lukman yang mengatasnamakan para aktivis 1998.
Surat itu diawali dengan seruan Salam Reformasi. Lebih dari 25 aktivis yang menulis nama di bawah pesan, menyepakati isi surat yang menganggap film Lukman tidak sesuai situasi dan kondisi tahun 1998. Salah satunya, film berjudul
Di Balik 98 itu menunjukkan bendera PRD (Partai Rakyat Demokratis) berkibar di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR.
"Gerakan Mahasiswa 1998 bebas dari partai politik termasuk PRD, yang tidak membangun basis kampus," tulis mereka dalam surat somasi. Para aktivis itu sepakat, berkibarnya bendera PRD di film itu adalah bentuk pembelokan sejarah. Ditambah lagi, Lukman dinilai salah mengenakan jaket almamater.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemui saat
press screening film
Di Balik 98 di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (7/1) Lukman menanggapi isu itu dengan santai. "Film pertama somasi, kedua enggak tahu lagi, haha," jawabnya sembari tertawa. Yang jelas menurut Lukman, yang menganggap ia membelokkan sejarah, harus menonton terlebih dahulu secara komplet.
Lukman bahkan tidak menyiapkan penasihat hukum karena memang tidak menyangka filmnya bakal berakibat seserius ini. Apalagi, sejak awal ia memang tak berniat menjelekkan pihak mana pun. Jika ada yang ingin menyomasi, ia tidak melarang. "Hak mereka melakukan somasi, sebagai warga negara hukum," ucapnya lagi.
Bintang
Rectoverso itu mengakui, filmnya memang masih banyak kekurangan. Namanya juga yang pertama. Namun, putra maestro violis Idris Sardi itu yakin ia sudah berusaha maksimal. Ia juga tak sekadar membuat film, melainkan juga melakukan riset. Datanya didapat dari buku-buku yang sudah terbit dan wawancara.
"Yang jelas semua ada datanya. Adegan itu ada di buku-buku," ujar Lukman menegaskan. Tapi ia tak memungkiri, filmnya juga ada dramatisasi. Ada interpretasi atas adegan. Soal bendera PRD yang dipermasalahkan misalnya, Lukman bisa menjelaskan dengan logika sederhana. "Saya anggap itu lembaga masyarakat. Ya, sesimpel itu saja," ia menuturkan, masih bernada santai.
(rsa/vga)