Janji Hati, Luka Aliando Syarief Kala Patah Hati

Rahmi Suci Ramadhan | CNN Indonesia
Rabu, 04 Feb 2015 09:11 WIB
Kesuksesan Ada Apa Dengan Cinta? (2002) membuat ekspektasi terhadap film Janji Hati agak tinggi.
Aliando Syarief pemeran Janji Hati, film drama percintaan remaja yang diangkat dari sebuah novel berjudul sama karya Elvira Natali. (CNNIndonesia Internet/ Dok. Twitter Aliando Syarief @alysyarief)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekali lagi, sutradara Rudi Soedjarwo mendapuk penulis novel sebagai pemeran utama film. Ia pernah sukses mengorbitkan Raditya Dika, penulis buku Kambing Jantan, sebagai pemeran utama filmnya.

Namun agaknya formula ini tidak bisa dipaksakan, karena tidak semua penulis buku bisa menghidupkan tokoh utama dalam novel yang ditulisnya sendiri.

Toh begitu, Rudi tetap memasang formula ini saat menggarap Janji Hati, film drama percintaan remaja yang diangkat dari sebuah novel berjudul sama karya Elvira Natali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Elvira juga dimandat Rudi untuk memerankan tokoh utama dalam film yang terasa dekat dengan kaum remaja karena memiliki tema yang masih hangat.

Gadis 18 tahun asal Lampung itu dipasangkan dengan aktor Aliando Syarief yang tenar melalui perannya sebagai salah seorang anggota keluarga vampir dalam sinetron Ganteng Ganteng Serigala.

Film ini disutradarai oleh Otoy Witoyo. Kesuksesan Ada Apa Dengan Cinta? (2002), film drama cinta remaja yang digarap oleh Rudi Soedjarwo membuat ekspektasi terhadap film Janji Hati agak tinggi. Sebab Rudi terlibat penuh dalam produksi film ini sebagai produser bersama-sama dengan Tyas Abiyoga.

Janji Hati mengisahkan tentang hubungan cinta antara Amanda Tavari (Elvira) denga Dava Argianta (Aliando). Mulanya, dua remaja pelajar SMA itu bertemu dengan cara yang tidak menyenangkan. Amanda nyaris putus asa menghadapi sikap Dava yang keras dan kasar.

Sedikit demi sedikit keadaan berubah, Amanda mulai mengetahui sisi lain Dava. Sebaliknya, Dava pun membuka hati untuk Amanda. Saat keduanya mulai mendekat, rahasia masa lalu justru mengancam hubungan mereka.

Dari segi cerita, alur film ini hampir pasti akan disukai target penontonnya yang tidak lain adalah para remaja. Novel yang menginspirasi film ini terbukti laris dan telah naik cetak hingga lima kali.

Sayangnya, plot film ini meleset dari perkiraan. Alur cerita terjalin dengan sangat tidak rapi karena terasa melompat-lompat saat film sedang ditonton. Motif yang mendasari jalannya cerita seringkali terasa tidak kuat sehingga logika penceritaan memiliki banyak celah.

Ada banyak adegan tidak logis satu sama lain yang akan membuat penonton, terutama yang tidak membaca novelnya, bertanya-tanya. Salah satunya, saat Dava dilarang dokter untuk bermain sepak bola akibat cedera parah di bagian hidung.

Bagaimana bisa hidung yang terhantam bola membuat seorang pemain divonis untuk absen bermain bola hingga tiga bulan lamanya? Padahal ketika hidungnya terkena bola, Dava hanya mengalami pendarahan tanpa pinsan atau gejala sakit lainnya yang cukup serius. Tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam film.

Alur yang "berantakan" diperparah dengan akting para pemain yang tidak prima. Ikatan rasa (chemistry) antara tokoh Amanda dan Dava tidak dapat dirasakan. Meski sudah tidak asing memerankan tokoh berwatak keras, Aliando kurang dapat menghayati tokoh Dava yang diperankannya.

Dava yang keras dan kasar sesungguhnya memiliki hati yang lembut dan cenderung "gelap" karena memiliki masa lalu yang kelam. Aliando dapat memerankan dengan baik tokoh ini hanya ketika adegan marah-marah dengan suara lantang.

Sementara itu, sebagai pendatang baru, Elvira kurang mampu menunjukkan talentanya dalam bermain peran. Mimik wajah Elvira masih dominan datar untuk menunjukkan aneka ekspresi.

Sutradara Otoy menyebutkan tiga alasan di balik pemilihan Elvira sebagai pemeran utama. Pertama, Elvira adalah murid Rumah Terindah, pusat pendidikan dan latihan film pimpinan Rudi Soedjarwo sekaligus rumah produksi film ini.

"Kita juga memberikan kesempatan kepada anak daerah untuk menjadi seorang bintang. Dan yang paling mengerti karakter tokoh Amanda ya Elvira," kata Otoy saat pemutaran perdana film di Pejaten, Jakarta Selatan, Selasa (3/2) malam.

Secara teknis pengambilan gambar, film ini banyak menggunakan efek bokeh yaitu bermaksud menonjolkan titik objek dengan fokus yang tajam sebagai titik utama sementara objek selain itu akan blur atau kabur (selective focusing).

Teknik kamera menggunakan efek bokeh dapat menghasilkan gambar yang terkesan memesona namun sangat disayangkan dalam film ini justru banyak gambar objek utama yang tidak fokus (out of focus) sehingga mengganggu.

Selain itu, banyak gambar yang tampak berguncang atau shaky tanpa motif yang jelas. Meski demikian, pilihan shot sudah bervariasi. Proses editing juga kurang sempurna karena perpindahan gambar dari satu adegan ke adegan lainnya kurang halus. Suara terasa tidak tersinkronisasi dengan lakon dan gerak bibir pemain.

Sementara musik dan lagu yang mengiringi film ini kurang berhasil membangun suasana film.

Sutradara dan produser Janji Hati menyatakan film ini merupakan salah satu film garapan orang-orang hasil didikan Rudi Soedjarwo, sutradara yang dinilai berperan besar dalam membangkitkan gairah perfilman Indonesia di awal tahun 2000-an lalu khususnya lewat AADC? (2002).

Secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa film ini merupakan ajang pembelajaran bagi para pemain pendatang dan sineas-sineas baru. "Ini sebuah gerakan bahwa setiap orang bisa main film, itu dasarnya," tutur Tyas, produser film mengungkapkan.

Di satu sisi, keberanian pemain dan kru film ini untuk membuat sebuah karya amat patut diapresiasi. Terlepas dari itu, film ini sesungguhnya belum siap untuk tampil ke hadapan publik di layar lebar.

"Menurut aku, film itu sesuai zamannya. Bagus atau tidak itu relatif, ketika memang target pasar itu senang, mereka tetap menangis menonton film ini, itu sudah cukup," kata Rudi ketika ditanya komentar mengenai film yang diproduserinya, Janji Hati.

Menurutnya, keberhasilan film ini justru terletak pada peneluran sumber daya baru, dari aktris hingga sutradara. Jika dilihat dari perspektif industri, tidak dapat dipungkiri bahwa film selalu memiliki target khalayaknya sendiri. Bagi sebagian kalangan, film ini tentu diharapkan dapat menghibur.

Meski demikian, Janji Hati rasanya bukan film drama cinta remaja yang akan membuat penontonnya jatuh hati seperti yang terjadi pada AADC? dulu. Mungkin memang belum saatnya.


(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER