Jakarta, CNN Indonesia -- Sahat (Rio Dewanto), Tigor (Donny Alamsyah), dan Sabar (Tio Pakusadewo), tiga sahabat berdarah Batak, pada Kamis kemarin (16/4), hadir di layar lebar Indonesia. Ini bukan pertama kalinya cerita trio sekawan itu ditampilkan.
Tahun 1973, sutradara kondang masa itu, Asrul Sani sudah pernah membuat film serupa berjudul
Bulan di Atas Kuburan. Sutradara Edo WF Sitanggang yang sekarang membuatnya ulang.
Cerita
Bulan di Atas Kuburan masih sama, tentang urbanisasi. Namun kali ini Edo memberinya konteks modern dengan menyesuaikan kondisi masa kini serta karakter tambahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karakter utamanya tidak diubah. Hanya pemainnya yang berwajah lebih segar. Namun, mereka semua kebetulan bukan para perantau. Saat berkunjung ke kantor CNN Indonesia, Rio menuturkan dirinya sejak kecil di Jakarta.
"Bapak memang orang Jawa, tapi saya lahir di Jakarta. Jadi enggak ada keinginan ke kota besar. Yang ada keinginan untuk pindah malahan," katanya sembari bercanda. Sebab Rio merasa, Jakarta sudah mulai 'sumpek'.
"Pedagang di sana-sini," ucapnya.
Namun ia sadar, fenomena urbanisasi bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika pun, orang berbondong-bondong ke New York untuk mengejar mimpi dan berharap lebih banyak rezeki. Kaum urban pun tak bisa disalahkan.
Maka
Bulan di Atas Kuburan, digambarkan Rio sebagai salah satu film yang memotret kondisi itu. "Kebanyakan orang kan, terbawa arus ke kota besar," ujarnya. Filmnya mencoba mengambil salah satu cerita dari fenomena itu.
Bulan di Atas Kuburan, kata Rio, tidak ingin menggurui. Film itu bukan bertujuan menyadarkan agar orang-orang daerah tidak perlu ke Jakarta dan cukup membangun daerah sendiri yang sebenarnya punya banyak potensi.
Tapi Donny Alamsyah yang juga terlibat dalam film itu menuturkan lewat
Bulan di Atas Kuburan, ada pelajaran yang bisa dipetik. Setidaknya melalui karakternya, Tigor.
"Jakarta tidak seindah bayangan dia. Dia banyak ketemu orang, dapat tantangan dalam hidup, sampai arti kampung halaman seperti apa sebenarnya dia temukan di Jakarta," ujarnya.
Atiqah Hasiholan sebagai karakter Mona, ikut prihatin akan semangat urbanisasi yang berlebihan. Ia mengatakan, "Kenyataannya orang kampung lebih ingin ke Jakarta. Menjadi petani dianggap pekerjaan yang tidak dihargai."
Atiqah kagum dengan negara-negara yang menghargai petani. Pertanian menjadi fokus pembangunan negara sehingga petani dihargai. "Di sini, kita tidak memperkaya apa yang kita punya, yakni kampung kita sendiri," tuturnya.
(rsa/vga)