Jakarta, CNN Indonesia -- Sutradara Hanung Bramantyo bukan yang pertama mengangkat kisah Raden Ajeng Kartini ke dalam bentuk film. Sebelumnya Sjumandjaja telah membuat filmnya dengan judul
R.A. Kartini pada tahun 1984.
Namun film biopik yang dibintangi oleh aktris Yenny Rachman itu menimbulkan ketidakpuasan dari anak cucu Kartini.
Hadi Priyanto, perwakilan keluarga besar Kartini, membeberkan ketidakpuasan keluarganya setelah 31 tahun berlalu, yang diharapkan tidak terulang dalam karya Hanung nanti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut keluarga, ada beberapa adegan dalam film pertama yang tidak tepat, seperti hubungan antar istri," kata Hadi ketika datang saat Hanung mengumumkan akan membuat film
Kartini di Jakarta pada Selasa (22/4).
Kartini diketahui adalah anak pertama dari istri pertama, namun bukan istri utama. Ibunya hanyalah rakyat biasa, yang kemudian menjadi istri madu, karena sang ayah menikahi anak bangsawan guna menjadi bupati.
Sesuai dengan adat sosial kala itu, istri utama haruslah berasal dari kelas bangsawan dan menempati rumah utama. Sedangkan istri bukan utama menempati bagian rumah bersama pegawai rumah lainnya.
Karena strata sosial tersebut, Kartini harus terpisah dari sang ibunda. Dan, karena Kartini mewarisi gelar kebangsawanan dari sang ayah yang sudah menjadi bupati, sang ibu pun harus hormat ketika bertemu Kartini.
Kondisi inilah yang membuat Kartini berontak, namun tanpa daya upaya melawan kasta sosial yang ada kala itu.
"Banyak yang mengira bahwa Kartini identik dengan emansipasi, kesetaraan dengan laki-laki, padahal Kartini memperjuangkan yang lebih besar dari itu, yaitu wanita harus terdidik agar dapat mendidik keluarganya," ujar Hadi.
Hadi yang juga menjabat sebagai Kepala Bagian Human Pemda Jepara ini mengungkapkan usaha Kartini kala itu pun bukan hanya sekedar menulis surat bertukar pikiran kepada teman-temannya, tetapi juga menanamkan landasan ekonomi bagi lingkungannya.
Sosok Kartini yang tidak dapat diam dan penuh dengan kreatifitas, menggerakkannya untuk mengumpulkan para pengrajin kayu di sekitar rumahnya dan melatih mereka merancang motif ukir baru yang kini menjadi ciri khas Jepara.
Berkat usaha mandirinya tersebut, Kartini dapat menjual hasil karya dari pengrajinnya melebihi harga pengrajin biasa kala itu. Semua berkat usaha Kartini yang menggalakkan promosi melalui surat kabar Belanda.
Sosok Kartini yang legendaris inilah yang diharapkan oleh keturunan keluarga Kartini dapat menjadi wawasan baru bagi anak muda agar lebih visioner dan merubah pemikiran yang dangkal.
Film Hanung yang berjudul
Kartini ini rencananya akan dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo.
(ard/ard)