Jakarta, CNN Indonesia -- Menjejakkan kaki di Lebanon, aktris Salma Hayek tak sekadar bernostalgia atau berpelesir. Lebih dari itu, ia memiliki seabrek agenda. Momen-momen perjalanan di tanah leluhurnya, sepekan kemarin, diakuinya sangat emosional.
Di Lebanon, ia menghadiri pemutaran perdana film yang diproduserinya,
The Prophet, pada Senin (27/4). Kisahnya diangkat dari buku kumpulan puisinya,
The Prophet (1923) karya pujangga keturunan Lebanon, Kahlil Gibran.
“Tak mudah bagi anak-anak memahami
The Prophet sebagaimana tertulis, karena itu kami membuat filmnya,” kata Salma. Putrinya, Valentina (7), menyukai film ini. “Dia mengerti filmnya, karena menyimak imaji yang mewakili kata-kata Gibran.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film
The Prophet berkisah tentang perempuan muda bernama Almitra yang berkawan dengan Mustafa, pujangga yang mendekam di balik kisi-kisi penjara karena dianggap “berbahaya.” Sekilas, penampilan si imut Almitra mirip Salma.
Selain memproduseri, perempuan keturunan Meksiko-Lebanon ini juga mengisi suara karakter Kamila, ibunda Almitra, di film yang digarap Roger Allers. Saat pemutaran perdana
The Prophet, Salma didampingi anak dan ayahnya, Sami Hayek Dominguez.
Agenda selanjutnya di Lebanon, Salma mengunjungi kampung sang kakek di Baabdat. Dalam perjalanan emosional ini, Salma berharap, “Kerabat dari pihak ayah bangga dengan film
The Prophet, karena saya melakukannya untuk mereka.”
Tujuan lainnya, ke Bcharre, kota kelahiran Gibran, pada Minggu (26/4). “Berkat kegigihannya, Gibran menjadi pria sebagaimana kita kenal,” Salma memberikan salutasi kepada sang pujangga, sebagaimana dikutip sebuah kantor berita.
“Ini perjalanan luar biasa,” katanya. Di antara sederet agenda Salma di Lebanon, yang paling emosional tentu saja saat mengunjungi kamp pengungsi Suriah, terutama tenda anak-anak. Salma memeluk dan bercengkerama dengan mereka.
“Saya terinspirasi kekuatan anak-anak pengungsi Suriah di Lebanon,” kata istri konglomerat François-Henri Pinault. “Mereka bersemangat melawan keganjilan dan kekejian, dan mereka tak pernah berhenti berharap menjalani kehidupan yang lebih baik.”
Kepada
Us Weekly, Salma mengaku prihatin melihat nasib anak-anak korban konflik berkepanjangan Lebanon-Syria. Mereka tercerabut dari masa ceria kanak-kanak, dan terpaksa kehilangan orang-orang tercinta. Karena itu, ia menjalani aksi sosialnya.
“Mereka kehilanan kesempatan meraih pendidikan karena harus bekerja demi keluarga,” kata Salma yang aktif mengkampanyekan The Chime for Change, juga Chime for the Children of Syria. Salma berharap, banyak orang peduli, turut menebarkan pesan damai.
(vga/vga)