Jakarta, CNN Indonesia -- Penggunaan karya cipta tanpa izin tidak bisa dianggap sepele. Belum lepas dari ingatan, gonjang-ganjing penggunaan lagu
Pay Day di film
The Interview tanpa seizin si empunya lagu, penyanyi hip-hop dan R&B keturunan Korea, Yoon Mi-rae, pada akhir 2014.
Demi menyelesaikan masalah ini, pihak agensi yang menaungi Yoon, Feel Ghood Music, segera mengambil langkah hukum. Menurut laman
Nolo, yang menyediakan ruang tanya jawab seputar legal dan bisnis, “kenekatan” semacam ini tergolong berisiko.
“Menggunakan lagu tanpa izin berisiko, sekalipun konsekuensinya tak seberapa menakutkan,” papar Nolo dalam sesi tanya jawab dengan animator. Meskipun jarang berujung tuntutan hukum, si musisi bisa meminta si sineas berhenti menggunakan materinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, kasus serupa menimpa sineas Indonesia. Produser film
Emak dari Jambi, Nia Dinata, terpaksa mencopot lagu
Be(re)ncana milik Semak Belukar karena tak kunjung beroleh izin dari grup band bersangkutan maupun label Elevation Records.
Sudah Berusaha Mengontak
Menyadari benar pentingnya perizinan penggunaan suatu karya, Nia menyatakan kepada
CNN Indonesia saat dihubungi via sambungan telepon, kemarin (4/5), pihaknya serta Kalyana Shira Films telah berusaha mengontak pihak Semak Belukar maupun Elevation Records via e-mail dan media sosial jauh hari sebelum pemutaran film tersebut.
Dalam e-mailnya, Nia memohon izin penggunaan lagu milik Semak Belukar sekaligus merinci poin penggunaannya. Sekalipun e-mail-nya belum kunjung dibalas, Nia tetap menggunakannya untuk film
Emak dari Jambi, seraya mencantumkan keterangan lagu di akreditasi film tersebut.
“Film
Emak dari Jambi diputar untuk kalangan terbatas pada 29 April, tapi pihak label Elevation Records baru membalas e-mail saya keesokan harinya, 30 April,” kata produser film
Arisan, Ca-bau-kan dan
Quickie Express ini.
Menurut Nia, pihaknya kadung jatuh hati pada lagu milik Semak Belukar. “Liriknya jenius sekali," katanya di Galeri Indonesia Kaya (GIK), pada 29 April. Lagu
Be(re)ncana pun mengalun di sesi diskusi dan pemutaran
Emak dari Jambi di GIK.
Nia beralasan, pihaknya sudah berupaya mengontak Semak Belukar dan labelnya sejak lama. Lagipula, katanya, film tersebut diputar hanya untuk kalangan terbatas, dan akreditasi lagunya sudah dicantumkan di bagian akhir film.
 Adegan menyentuh Emak dari Jambi, film pendek yang disutradarai Rikky M. Fajar dan diproduseri Nia Dinata/Kalyana Shira Films. (CNNIndonesia Free Rights/Dok. Kalyana Shira Films) |
Tak Sreg Penyandang DanaMengetahui hal ini, pihak Elevation Records bereaksi keras di media sosial. Mantan penggawa Semak Belukar, David Hersya, juga menyatakan keberatannya melalui siaran pers di situs web resmi Elevation Records.
Saat dihubungi
CNN Indonesia via sambungan telepon, kemarin (4/5), Taufiq Rahman, mewakili Elevation Records memberikan klarifikasi. Ia mengaku, baru tahu pemakaian lagu tersebut dua hari sebelum film
Emak dari Jambi ditayangkan di GIK.
Masalah pun bergulir, karena di luar urusan penggunaan lagu tanpa izin tersebut, ada hal lain yang membuat David makin tak sreg: penyandang dana si film. Sebagaimana dikatakan Taufiq, pertama, masalah pemakaian lagu, dan kedua, film itu secara ideologis, menurut David, tak sepaham dengannya.
"Nah, ini masalahnya,” kata Taufiq, “setelah kita lihat film ini… ada
funding segala macam. Ini bukan masalah uang, tapi masalah komersil atau enggak. Kalau kemudian bukan untuk komersil, oke bisa dipakai.”
Taufiq menyatakan, bahwa David, selaku pemilik karya, tidak merasa sreg musiknya dipakai untuk film yang didanai lembaga asing. David tidak sepaham dengan ideologi lembaga yang berbasis di New York, Amerika Serikat itu.
Mewakili kolektif Semak Belukar, dalam siaran persnya, David menyatakan tidak ingin lagu dan nama mereka "menjadi bagian dari film dokumenter
Emak dari Jambi dengan dan dalam segala bentuk turunannya."
Band yang membubarkan diri pada 2013 setelah menghancurkan instrumennya tersebut juga menyampaikan sikap "sangat sulit bagi kami untuk menyetujui karya kami dipakai untuk sebuah karya yang dibuat dengan pembiayaan dari pihak Barat."
"Film dokumenter tersebut memiliki pesan untuk membela kelompok minoritas. Namun bagi kami tujuan tidak boleh memberi pengesahan kepada cara, dan cara–dalam hal ini
funding dari Ford Foundation lah–yang tidak bisa kami sepakati," tulis David secara gamblang.
Film pendek
Emak dari Jambi digarap oleh sutradara Rikky M. Fajar. Mengisahkan tentang penerimaan Ibu Kurtini terhadap anaknya yang transgender, Anggun Pradesha, dengan tangan terbuka. Adegannya membuat penonton terharu sekaligus terbahak.
Walaupun tema film ini memiliki kesamaan dengan tema lagu
Be(re)ncana, Taufiq menyampaikan keberatan. Setelah berkomunikasi dengan Elevation Records, Kalyana Shira Films pun resmi menanggalkan
Be(re)ncana dari film
Emak dari Jambi.
 Film Emak dari Jambi urung menggunakan lagu Be(re)ncana milik grup band Semak Belukar. (CNNIndonesia Free Rights/Dok. Kalyana Shira Films) |
Nia beralasan, pihaknya tak mengurungkan pemakaian lagu tersebut sekalipun belum beroleh izin, karena “telanjur” dan “
timing yang tidak tepat.” Lagipula, menurut Nia, urusan mencopot lagu yang kadung dipasang di film tak mudah, karena butuh proses panjang.
“Sangat disayangkan kami baru beroleh jawaban dari mereka pada 30 April. Tapi saya hargai sekali keputusan dan idealisme mereka. Saya berterima kasih,” kata Nia.
Mixing ulang pun dilakukan, namun jadwal baru pemutaran film belum direncanakan.
Tak Bisa DipersalahkanTerlepas adanya kasus tersebut, menanggapi soal karya seni—terutama lagu—di era digital atau di internet, musisi Pongki Barata menyatakan kepada
CNN Indonesia saat dihubungi melalui sambung telepon (5/5), kalangan musisi juga harus pintar-pintar berstrategi dalam memasarkan lagunya agar di kemudian hari tak tersandung masalah.
“Seniman perlu berstrategi, jangan main dihajar buat karya,” kata personel grup band Dance Company yang belakangan juga menggarap proyek solo. “Kalau kita sebagai musisi tidak menghargai karya sendiri, bagaimana orang lain mau menghargai?”
Pongki mengisyaratkan, pihak yang menggunakan lagu tanpa izin tidak begitu saja bisa dipersalahkan. Apalagi jika si musisi pemilik lagu juga tidak melindungi hak cipta karyanya sendiri, dan tak melakukan strategi dalam memasarkannya.
Untuk itu, penggagas portal berita musik Indonesia
kamarmusik.net ini menyatakan perlunya para seniman mengedukasi publik soal penggunaan karya seni, perlindungan hak cipta dan strategi mumpuni agar pihak musisi juga mendapat keuntungan, bukannya masalah.
(vga/vga)