Jakarta, CNN Indonesia -- Seperempat abad lamanya Indonesia tak mencium aroma kompetisi di La Semaine de la Critique alias Pekan Kritikus Cannes Film Festival 2015. Sebelumnya, hanya
Tjoet Nja’ Dhien film Indonesia yang bisa menembus panitia seleksi pada 1989. Itu pun untuk film panjang.
Tahun ini, sutradara muda Lucky Kuswandi mampu menghapus dahaga Indonesia akan riuh tepuk tangan penonton di ajang itu. Karyanya,
The Fox Exploits The Tiger's Might lolos seleksi bersama sembilan film lain, mengalahkan 1.800 film pendek dari berbagai belahan dunia.
Film arahan Lucky diputar beberapa kali. Sambutan yang didapat cukup meriah. Minggu (17/5)
The Fox Exploits The Tiger’s Might kembali diputar di ruangan Espace Miramar. Kali itu ditonton lima juri Cannes Film Festival 2015. Respons penonton tak berubah. Usai film, tepuk tangan masih membahana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang sutradara Swedia, Isabella Carbonell bahkan terang-terangan memuji film Lucky. Padahal film pendeknya yang berjudul Boys juga diputar di kompetisi itu.
The Fox Exploits The Tiger’s Might memberi Carbonell kesan khusus.
Seperti keterangan pers yang diterima CNN Indonesia, Carbonell menganggap
The Fox Exploits The Tiger’s Might mengingatkannya pada Lars Von Trier, sutradara dan penulis film asal Denmark. Trier pernah mengatakan, film harus bisa "mengganggu" penontonnya.
"Seperti ada kerikil di sepatu kita. Film Lucky Kuswandi berhasil 'mengganggu' saya," ucap Carbonell melontarkan pujian. Ia melanjutkan, "Film ini membuat badan saya merasa hangat, seperti ada panas yang menjalar di tubuh saya. Ini film favorit saya!"
Seorang perempuan yang bekerja di sebuah rumah produksi Amerika bahkan mendatangi Lucky secara langsung, setelah pemutaran filmnya. Shubra Prakash, perempuan itu menyebut
The Fox Exploits The Tiger’s Might film yang berani.
"Film ini secara gamblang memperlihatkan persoalan seksualitas dengan segala kompleksitasnya dan kekuasaan," ujarnya. Prakash melihat film Lucky menampilkan seksualitas dengan cara berbeda. Lucky memang berkata sebelum filmnya diputar,
The Fox Exploits The Tiger’s Might merupakan salah satu bukti kematangan pola berpikir Indonesia.
"Dibandingkan masa lalu, saat ini Indonesia sudah jauh lebih matang. Kami sudah lebih memiliki keleluasaan berpendapat dan memberi kritik," ucap Lucky. Ia yakin, filmnya tidak mungkin diproduksi 25 tahun lalu. Butuh keterbukaan dan kematangan berpikir untuk membuat dan menerimanya. Sudut pandang berbeda itulah yang memincut hati komite seleksi.
The Fox Exploits The Tiger’s Might diawali dengan dua remaja laki-laki yang mempertontonkan sisi seksualitas mereka. Satunya bermasturbasi membayangkan gadis pujaan, satu lagi terangsang. Mereka lalu bertengkar sengit, yang berujung pada pembahasan seksualitas dan kekuasaan.
"Kami tidak melihat seks sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan," ucap Lucky sebelum berangkat bersama filmnya ke Cannes. Di ajang itu, filmnya diputar tiga kali. Setelah pemutaran ke-dua, masih ada sekali lagi di Theatre Alexandre III, Rabu (20/5).
Film produksi Babi Buta Film dan Hivos South East Asia itu bersaing dengan film pendek lain memperebutkan Canal Award untuk mendapat gelar film pendek terbaik dan penghargaan Sony Cinealta Discovery Prize untuk film yang berkecenderungan inovatif. Pemenang akan diumumkan 21 Mei 2015. Jika berhasil, perfilman Indonesia jelas diharumkan namanya.
(rsa/vga)