Jakarta, CNN Indonesia -- Melihat-lihat karya seni di galeri, sudah biasa. Kali ini, di perhelatan kali ke-delapan Art Jog di Taman Budaya Yogyakarta, pada 6 hingga 28 Juni, para pengunjung tak hanya bisa melihat karya seni, melainkan juga menyentuh dan menghirup aromanya.
Inilah keleluasaan yang dijanjikan panitia Art Jog, sebagaimana disampaian Direktur Program Art Jog Satriagama “Seto” Rakasenta dan kurator Bambang “Toko” Witjaksono dalam jumpa pers di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
"Kalau sebelumnya banyak karya lukis, patung, instalasi, tapi tahun ini lebih dari 95 persen adalah karya yang sifatnya instalatif dan interaktif,” kata Seto. “Kami ingin penonton bisa berinteraksi dengan karya-karya yang dipamerkan, tidak hanya bisa dilihat, tapi mungkin bisa dimainkan atau ada baunya, geraknya.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Bambang juga menjanjikan, Art Jog tahun ini menampilkan elemen gerakan seni fluxus pada era ’60-an. Yoko Ono, salah satu penggerak fluxus, akan menampilkan karyanya Wishing Tree, dan menayangkan film dokumenter fluxus.
Tema
Infinity in Flux yang diusung Art Jog kali ini juga berkaitan dengan gerakan tersebut. Tujuannya, sebagaimana tertuang dalam siaran pers, “untuk menyadarkan pentingnya keberadaan seni yang 'tak terbatas' di dunia tak berjarak, karya seni kini tak dibatasi oleh singularitas medium.”
"Dari gerakan fluxus itu ada sifat-sifat yang kita pakai, misalnya, tentang interaktif intermedia. Tema kita itu juga bagian dari bagaimana karya kontemporer itu mengalir tanpa batas, lebih cair dan tidak ada pengotakan karya," ujar Bambang.
Dia juga menjelaskan bahwa Art Jog 2015 berbeda dengan tiga tahun sebelumnya dalam konteks karya dan tema. Jika sebelumnya mengusung tema sejarah, bagaimana membaca ketimuran dan Indonesia, kali ini penekanan ada di bentuk karya serta isu yang tampil akan beragam.
"Di Art Jog, antara karya dan lingkungan lebih dekat, interaktif bahkan penonton jadi bagian dari karya. Akan lebih banyak karya yang lebih memakai teknologi, artinya ada yang motorik, mekanik, sensor, dengan gelombang. Ini akan memberikan pelajaran baru bagi seniman dan penontonnya,” kata Bambang menjabarkan.
Lebih jauh ia menambahkan, “Saya pikir, ini sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ketika teknologi sudah maju dan sudah dipakai dalam karya seni. Di Indonesia, menurut saya, belum ada
event besar yang khusus yang menampilkan
new media.”
Seto juga menyampaikan format pameran di Art Jog tak ubahnya sebuah pameran besar dan tidak dipresentasikan melalui galeri. Secara visual, seperti pameran besar.
Isu lokal Yogyakarta juga diwakilkan di bursa seni ini. Menurut Bambang, bahkan beberapa karya memang sudah sampai seperti media kampanye.
"Misalnya, di Jogja itu kan, ada isu sumur-sumur kering karena banyak hotel dan sebagainya, jadi senimannya bikin karya lewat aplikasi dan dia juga aktivis di isu itu, sehingga dia tahu persis datanya seperti apa. Salah satu dari karya itu dipakai untuk bertemu dengan warga untuk membahas isu tersebut," jelas Bambang menutup perbincangan.
(vga/vga)