Jakarta, CNN Indonesia -- Kasihan rakyat Amerika Serikat (AS). Mereka harus bersabar menunggu film produksi dalam negerinya sendiri—Hollywood—diputar belakangan, setelah negara-negara lain.
Faktanya, AS memang gencar mengekspor budaya melalui film. Namun belakangan ini, Hollywood tak hanya memasok film ke mancanegara, juga memajukan jadwal rilisnya.
Film-film seperti
The Avengers dan
Minions, diputar lebih awal di negara-negara di luar AS dan terbukti menjadi
blockbuster—menangguk keuntungan besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada sederet alasan mengapa belakangan ini jadwal rilis film Hollywood lebih awal di negara lain ketimbang AS sendiri, dan hal ini seolah menjadi tren.
Dalam sebuah sesi tanya jawab di laman
Stack Exchange, dipaparkan salah satu alasan, yaitu memberikan waktu kepada negara lain untuk menerjemahkan bahasa dan mencantumkan
sub-titled.
Biasanya jadwal rilis di negara lain tiga pekan lebih awal daripada AS. Namun hal ini bukan mutlak, karena ada juga beberapa film yang memang rilis lebih awal sekalipun tanpa
sub-titled.
Alasan lain jadwal rilis film di AS lebih molor, karena menunggu momen besar macam Golden Globes Awards dan Academy Awards, pada awal tahun. Film yang jadi pemenang ajang ini, biasanya kemudian lebih laris.
Andrew Cripps, eks petinggi Paramount Pictures International dan United Internationl Pictures, menulis laporan tentang distribusi dan pemasaran film, sebagaimana dikutip laman
Stack Exchange.Menurut Andrew, biasanya studio film di AS membagi pasarnya internasionalnya menjadi tiga area: Eropa, Timur Jauh (termasuk Asia dan Australia), dan Amerika Selatan (Latin).
Jadwal rilis film lebih awal di negara lain ketimbang AS: agar negara lain punya lebih banyak waktu untuk mengurus isu-isu penyensoran, penerjemahan, penyulihan suara, sub-titled, klasifikasi, publikasi, promosi, dan faktor lokal lain. Andrew Cripps, eks petinggi Paramount Pictures International dan United Internationl Pictures |
Setelah area ditentukan, barulah kemudian strategi distribusinya dijalankan. Dalam hal ini, pihak studio film harus mencermati distribusi dalam skala global, regional, nasional dan lokal.
Dalam proses pendistribusian, pihak studio film harus paham benar cara merilis film di tiap-tiap negara yang tentu saja berbeda. Tak lain agar film bisa sukses ditonton banyak orang.
Tak heran bila kampanye atau promo, seperti
trailer film, sudah dipersiapkan dan dipertontonkan jauh-jauh hari, demi memikat lebih banyak calon penonton dalam skala internasional.
Pihak studio film juga harus mencermati jadwal rilis kompetitor. Itulah sebabnya, jadwal rilis film
Mission: Impossible-Rogue Nation dimajukan pada Juli agar tidak “bertarung” dengan
James Bond-Spectre pada akhir tahun.
Nah, soal jadwal rilis film lebih awal di negara lain ketimbang AS, Andrew menerangkan alasan lengkapnya: agar negara lain punya lebih banyak waktu untuk mengurus isu-isu penyensoran, penerjemahan, penyulihan suara,
sub-titled, klasifikasi, publikasi, promosi, dan faktor lokal lain.
Hal ini, diyakini Andrew, dapat mengurangi peluang pembajakan, memudahkan promo dan pemasaran film ke pelosok AS hingga mancanegara. Makin awal promo film dieksploitasi, makin banyak pula jumlah penonton direngkuh.
Film-film Hollywood biasanya dibuat dengan biaya produksi selangit. Untuk itulah, promo film-film digencarkan jauh-jauh hari di luar AS tentu saja agar bisa menangguk keuntungan lebih besar. Dengan kata lain: menutup biaya produksi.
Namun kalangan film AS beralasan, perilisan lebih awal di negara di luar AS bukan semata untuk menangguk keuntungan, melainkan juga untuk membaca selera pasar. Ada kalanya, film-film dengan tema tertentu lebih laku di Asia, ketimbang Eropa dan AS.
Menurut Nicole Allan, editor senior Majalah The California Sunday, Hollywood menangguk keuntungan rata-rata 70 persen dari penjualan film di luar AS. Khususnya untuk film-film berbiaya besar yang bertema
superhero, epik fantasi, dan aksi.
Sekalipun AS adalah Negeri Adidaya, tetapi tidak semua warganya mengenal budaya negeri lain. Film yang berbasis kisah asal Belgia seperti
Tintin, misalnya, dirilis dua bulan lebih lambat di AS ketimbang di Eropa.
“Jadwal rilis film mancanegara biasanya juga dikaitkan dengan isu ketepatan waktu,” kata Jeff Bock dari Box Office Analyst sebagaimana dikutip Moviefone. Kaitannya dengan jadwal si aktor untuk hadir di premiere, atau jadwal rilis film kompetitor.
Menurut petinggi Disney Dave Hollis, pihaknya telah merasakan efek penjadwalan rilis film lebih awal di negara lain di luar AS. “Ada gelombang efek yang menular. Secara mental, film yang laris di satu tempat, pasti diikuti di tempat lain.
Melihat adanya kecenderungan film meraup box office di China dan negara lain, menurut Bock, akhirnya pihak studio pun melambatkan jadwal rilis film di dalam negeri AS. “Akhirnya strategi pemasaran global jadi hal biasa saban tahunnya,” kata Bock.
Di mata Bock, pihak studio film “pede” merilis lebih dulu di negara lain di luar AS karena toh temanya bisa diterima banyak kalangan. “Kebanyakan film menampilkan geografi dan budaya, jadi tentu saja memiliki daya tarik yang bersifat universal.”
Sementara itu, Direktur 21 Cineplex Tri Rudi Anitio menyatakan tak tahu persis alasan Indonesia kerap menjadi negara pertama yang memutar film Hollywood, seperti
Cinderella dan
Avengers.
"Studio punya strategi beberapa tahun terakhir, mereka merilis film di Asia terlebih dulu. Mereka sepertinya yakin bahwa pembajakan dari
camcording itu udah enggak bersumber di Asia, soalnya mereka kan paling khawatir dengan itu.
At least artinya sudah dipercaya bahwa di Indonesia cukup aman dari pembajakan lewat
camcording."
(vga/vga)