Jalan Berliku ke Frankfurt Book Fair 2015

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 14:37 WIB
Masalah penerjemahan menjadi sandungan, terutama soal tarif. Ada standar yang berbeda antara pemerintah Indonesia dengan Jerman.
Frankfurt Book Fair akan digelar di Jerman, 13-18 Oktober 2015. (Getty Images/Hannelore Foerster)
Bukan hanya Indonesia yang sibuk mempersiapkan keberangkatannya ke Frankfurt. Publik Jerman pun menunggu-nunggu Indonesia sebagai tamu kehormatan mereka. Dunia buku Indonesia disorot media. Beberapa bahkan datang ke Indonesia untuk melakukan peliputan langsung.

Salah satu sorotan kemudian menimbulkan masalah. Menurut sebagian pihak, hanya tema karya tertentu yang disorot lebih. Celakanya, sorotan itu diikuti oleh pemberitaan yang, menurut penulis AS Laksana, tidak akurat. Sebab tema yang ditonjolkan seakan hanya soal 1965, yang tercermin lewat buku tertentu.

Andy membantah adanya pengarahan tema itu. "Itu hanya satu dari sekian banyak buku. Lihat karya Andrea Hirata, AS Laksana sendiri, Linda Christanty, kan tidak tentang itu. Ada juga buku resep, komik," Andy menjelaskan. "Tidak banyak yang temanya 1965."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Media Jerman kebetulan saja menulis khusus tentang itu, menurutnya, karena tertarik. "Baru-baru ini filmnya Joshua Oppenheimer, Senyap, diputar dan didiskusikan di sana. Jangan lupa juga bahwa Jerman merasakan konflik Yahudi dan Hitler, dampak Perang Dingin. Maka mereka menyambut tema itu dengan hangat. Kita tidak mengarahkan," ujarnya lagi.

Itu sesuai dengan pernyataan Goenawan Mohammad saat berkomentar di Facebook, bahwa tema 1965 memang sedang digandrungi di Jerman. Perkaranya tak lepas dari latar belakang negara, film Senyap, dan buku penulis lokal tentang komunisme yang baru terbit.

Ketertarikan media Jerman terlihat pula saat mereka meliput langsung ke Indonesia. Mereka memilih narasumbernya sendiri. "Kami hanya membantu. Mereka riset dan wawancara sendiri," Andy menegaskan. Ada pertimbangan masing-masing media yang tak bisa dicampuri.

"Salah satunya karya Laksmi Pamuntjak (penulis Amba). Dia memang lebih awal diterjemahkan ke Jerman," Andy melanjutkan. Itu sebabnya, kata Andy, Laksmi diundang ke Jerman lebih dahulu daripada penulis lain.

"Kita kan mempromosikan yang karyanya sudah ada. Dan bukan hanya dia yang diundang, tetapi juga Sapardi Djoko Damono, Ahmad Tohari, dan Beng Rahadian yang komikus itu. Kami memilihnya karena menarik," tutur Andy.

Penulis novel Pulang, Leila S. Chudori, pun menyampaikan hal senada melalui akun Facebook miliknya, Rabu (1/7) malam. Ia menegaskan, bukunya sudah lebih dahulu dilirik oleh penerbit asing untuk diterjemahkan sebelum Indonesia menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair.

Penerbit di Perancis menerbitkan novelnya, Pulang dengan bahasa setempat pada Oktober 2014, tanpa lewat Komite Nasional. De Geus penerbit Belanda, Weidle Verlag penerbit Jerman, dan Deep Vellum penerbit Amerika Serikat juga tertarik menerjemahkan Pulang.

"Para penerbit saya, terutama penerbit Belanda, Jerman, dan Perancis semua tetap menyampaikan apakah Indonesia menjadi GOH FBF atau tidak, mereka akan menerbitkan Pulang," tulis Leila menegaskan melalui dinding Facebook.

(rsa/nez)

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER