Jakarta, CNN Indonesia -- Budaya pop bisa saja merasuk ke jiwa generasi muda lewat berbagai cara. Namun di hati mereka, masih ada kecintaan terhadap seni tradisi Indonesia. Buktinya, saat pertunjukan "Sapu Lidi" Sruti Respati di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (1/8) malam, semua kursi penuh.
Hampir tak ada tempat lowong di dalam ruangan kecil berkonsep tribun itu. Kebanyakan isinya anak muda, yang besar bersama budaya pop.
Di hadapan mereka, musik keroncong mengalun, dibawakan penyanyi legendaris asal Solo, Sruti Respati. Lantunan syahdu nan magis membekap. Alih-alih bosan dan mengantuk, para penonton muda itu justru terlihat sangat menikmatinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertunjukan itu dilakukan Sruti menyambut ulang tahun ke-70 kemerdekaan Republik Indonesia. Sruti ingin memasukkan konsep perjuangan dalam pertunjukan keroncongnya.
"Nama Sapu Lidi ini hanyalah simbol dari perjuangan, yaitu membersihkan diri dari segala kotoran ke dalam atau pun ke luar diri manusia," kata Sruti menjelaskan tampilannya.
Penyanyi yang melejit setelah digandeng Erwin Gutawa dalam sebuah pementasan tersebut mengungkapkan, manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan. Untuk memperjuangkan sesuatu, butuh kebersihan diri dari tiap kesalahan itu.
Sruti memilih melestarikan budaya leluhurnya, keroncong Jawa. Ia pun mengambil beberapa lagu yang kemudian ia bawakan secara keroncong.
Dalam pementasan Sapu Lidi, Sruti membawakan
Ilir-ilir, Walang Kekek, Mana Mungkin, Dunia Batin, Pandan Wangi, hingga
Ave Maria serta
Indonesia Pusaka. Ia pun mengundang Putu Fajar Arcana untuk membawakan monolog perjuangan.
"Sapu lidi mengingatkan kita untuk gotong royong, revolusi, membersihkan diri untuk introspeksi," kata Sruti. "Termasuk juga mempertahankan budaya asli kita dari gempuran budaya asing," sang penyanyi melanjutkan.
Guna menambah sentuhan masa revolusi dalam konser Sapu Lidi, Sruti mendandani orkes yang menemaninya, Jempol Jentik, dengan beragam kostum yang mencirikan rakyat ketika masa revolusi itu. Mereka berbusana petani, buruh, guru, dokter, hingga tentara dan pejabat.
Sruti yang sudah memiliki satu album dan tengah menggarap album lainnya itu hanya berharap, konsernya bisa memberikan sedikit kesadaran bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kondisi dan situasi di sekitarnya. Itu demi menjaga norma dan budaya leluhur.
"Untuk berubah, jangan hanya bisa menuntut. Harus mulai dari diri kita sendiri. Konser ini hanya momen kecil untuk pengingat kita, tapi sejatinya perjuangan harus dilakukan setiap hari," kata Sruti dengan tegas tapi bijaksana.
(rsa/rsa)