Jakarta, CNN Indonesia -- Lama tak terdengar kabarnya, gitaris andal Indonesia asal Bali, Balawan, rupanya tengah asik membuat beberapa karya sembari membesarkan buah hatinya dengan musik. Tak tanggung-tanggung, ia akan mempersiapkan rilis lebih dari satu album pada waktu berbarengan.
"Album sih banyak, ada yang berduet dengan trio dari San Fransisco, duet dengan maestro gamelan juga ada. Kayaknya sekalian empat album dikeluarkan, sudah lama juga tidak mengeluarkan album," kata Balawan ketika ditemui
CNN Indonesia di Teater Salihara, Pejaten, Selasa (4/8).
Balawan terakhir kali mengeluarkan album, pada 2011, berjudul
Five in One. Sebelumnya, ia pernah mengeluarkan album
Trisum—1st Edition, pada 2007, dan
Trisum, pada 2006.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasca rilisnya album k-etiga, ia bak hilang ditelan Bumi. Rupanya Balawan sibuk membesarkan kedua anaknya yang berusia tiga tahun, juga dua bulan. Selain itu, lulusan Australian Institute of Music, Sydney, ini juga mengadakan berbagai kegiatan pendidikan musik di Bali.
Balawan tampaknya serius untuk mempersiapkan generasi penerus dirinya. Ia tercatat sebagai sebuah pengajar pada lembaga pengembangan musik di Bali, juga membuka sanggar pelatihan gamelan.
"Saya ingin membuat tren di kalangan anak muda, musik gamelan itu keren sebenarnya, dapat membuat
go international. Ya kasarnya bagi orang desa, gamelan itu dapat membawa ke Jakarta, walaupun kenyataannya lebih sering ke luar negeri," kata Balawan.
Balawan beranggapan gempuran budaya pop dari luar semakin gencar masuk ke Indonesia. Ditambah dengan terbukanya sistem pasar yang akan dijalankan oleh Indonesia, akan semakin memperketat persaingan dengan budaya lokal.
Kondisi bebas tersebut diperparah dengan fakta yang ditemukan oleh Balawan sendiri, bahwa sedikit sekali pendidikan dasar di Indonesia mengutamakan budaya asli Indonesia. Sementara di sisi lain, orang asing berduyun-duyun datang ke Indonesia untuk belajar budaya Nusantara.
"Yang dapat membuat bertahan di tengah pasar internasional adalah identitas bangsa yang dibawa, masa mau ke Amerika lalu menyanyikan lagu
The Purple? Biar modern, tapi bagaimana caranya identitas bangsa tetap dapat ditonjolkan."
Balawan pun juga menerapkan perinsipnya tersebut untuk "meracuni" sang anak dengan musik. Balawan tidak memaksa sang anak untuk bermain musik
genre tertentu, tetapi ia membuat pendengaran sang anak ramah terhadap harmonisasi nada.
Bila sang anak sedari kecil sudah terbiasa dengan harmonisasi nada, maka ia dapat membedakan nada yang harmonis dan sumbang. Pendekatan inilah yang dilakukan Balawan ketimbang membiarkan anak mempelajari musik melalui Google dan YouTube.
"Sebenarnya musik itu bahasa internasional, tidak perlu paham bahasa untuk menikmati musik. Orang Barat sudah mulai paham dengan musik Indonesia, permasalahannya, orang Indonesia sendiri apakah paham dengan musiknya sendiri?"
(end/vga)