Jakarta, CNN Indonesia -- Tanggal 17 Agustus bukan hanya diperingati sebagai Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia. Momen itu juga menjadi kebangkitan era musik modern. Mengutip Time, 17 Agustus 1982 adalah kali pertama cakram padat musik diluncurkan.
Pada hari itu, sebuah perusahaan di Hanover, Jerman menciptakan cakram padat untuk album pertama band ABBA, berjudul
The Visitors. Yang diluncurkan hari itu bukan cakram padat biasa. Itu cakram padat pertama yang ada di dunia.
Teknologi itu kemudian dijual di Jepang pada tahun yang sama. Pasar yang lain pun mengikuti. Dunia akhirnya mengenal luas, bahkan "dijajah" oleh teknologi cakram padat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya para pencinta musik hanya mengenal vinil, atau piringan hitam. Namun para pembuat cakram padat menjanjikan keuntungan berupa kualitas suara. "Yang terpenting, tidak ada suara permukaan, karena laser hanya membaca angka, bukan debu atau kotoran di permukaan laminasinya," begitu tertulis di satu artikel.
Artikel yang sama membandingkan, seringkali ditemukan distorsi pada piringan hitam, terutama di bagian akhirnya. Sementara cakram padat diklaim lebih kompatibel dan bersih.
Menurut liputan Time pada masa itu, cakram padat dijual seharga US$17 (Rp235 ribu) atau setara US$40 (Rp553 ribu) dengan di zaman sekarang. Perusahaan yang membuat cakram-cakram padat meyakini produk mereka akan hit.
Itu terbukti. Meski harga pemutar cakram padat itu tergolong mahal, saat itu lebih dari US$1.000 (Rp13,8 juta) banyak yang memburu teknologi digital cakram padat. Alasannya apa lagi jika bukan tergiur kualitas suara yang dijanjikan, Namun, itu terasa omong kosong.
Kini, saat para pencinta musik mulai kembali beralih ke piringan hitam, alasan mereka pun sama. Mereka memilih memutar musik lewat vinil karena suaranya terada lebih "nendang." Bagaimana pun, janji kualitas suara hanya strategi penjualan perusahaan cakram padat.
(rsa/vga)