Jakarta, CNN Indonesia -- Frankfurt Book Fair (FBF), salah satu ajang jual beli
rights atau hak cipta buku terbesar di dunia telah dibuka pada Selasa sore (13/10) di Frankfurt, Jerman.
Sekalipun agenda utamanya adalah jual beli hak cipta buku antara para penerbit, tak menutup kesempatan bagi para penulis Indonesia untuk berpartisipasi di sejumlah agenda lain.
Dalam Katalog Acara Penulis Indonesia sebagai Tamu Kehormatan FBF yang diterima redaksi CNN Indonesia, tercantum agenda acara bincang-bincang 70-an penulis Indonesia dalam berbagai tema.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengawali hari ini (14/10), sederet agenda bertajuk
Expedition digelar sejak pukul sembilan pagi hingga lima sore. Segmennya disajikan dalam berbagai tema, dari kuliner sampai surga bawah laut.
Disusul agenda petunjukan tari, bincang-bincang dengan Lans Brahmantyo dari After Hour Books, pemutaran film dokumenter penulis kontemporer Indonesia, juga pembahasan manuskrip.
Mulai pukul 11 siang, satu per satu penulis Indonesia mengisi agenda bincang-bincang. Penulis buku perjalanan Agustinus Wibowo dan Trinity siap membahas
The Art of Traveling.“Acaraku di hari pertama, selepas pagi, jamnya orang-orang sibuk bikin
appointment,” kata Agustinus kepada CNN Indonesia melalui pesan singkat.
Appointment yang dimaksud adalah jual beli
rights antar penerbit buku.
Agustinus dikenal sebagai penulis buku perjalanan
Selimut Debu, Garis Batas, Titik Nol. Demi FBF, ia mengaku berjibaku dengan urusan penerjemahan buku.
“
Nerjemahin buku Indonesia untuk
western audience itu susah banget, karena
taste-nya beda,” kata Agustinus. “Karena itu, bukuku ditulis ulang total.”
Upaya tersebut dilakukan Agustinus semata untuk menyesuaikan kebiasaan membaca orang Eropa, terutama Jerman. Hal ini jugalah yang menyebabkan karya Asia sulit menembus pasar Barat.
“Terjemahan ‘
taste’ itu yang sulit, bahkan karya sampai harus ditulis ulang dan dirombak,” ungkap Agustinus. “Masalahnya enggak semua orang mau dan mampu melakukannya.”
Kesulitan menembus pasar Barat, dikatakan Agustinus, juga dirasakan Negeri Tirai Bambu. Negara sebesar China pun hanya mampu menembus pasar Barat dengan karya yang terbilang minim.
Selain tema perjalanan, pada hari ini (14/10) juga digelar acara bincang-bincang penulis dengan tema lain, dari kehidupan kaum urban, arsitektur, grafis atau animasi, juga kuliner.
Penulis N.H. Dini dan Ahmad Tohari "memanaskan" siang, tepat pukul satu, dengan agenda obrolan seputar kisah kehidupan kaum urban dan segala perilaku khasnya.
Sejam kemudian, giliran arsitek Imelda Akmal, yang telah merilis sejumlah buku desain arsitektur, membincangkan soal gaya bangunan modern Indonesia yang mengindahkan unsur cuaca.
Menjelang sore, kartunis Muhamad Misrad (Mice), animator Wahyu Aditya dan si
creative junkie Yoris Sebastian berbincang soal kreativitas. Ketiganya tampil di dua
venue berbeda.
Penulis Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain menutup malam dengan lantunan puisi dan lagu, juga penulis A.S. Laksana dengan pembacaan sepenggal isi bukunya.
Pada jam yang sama, pukul tujuh malam,
chef Vindex Tengker bertandem dengan
chef Marcello Capparelli dari Freitagsküche, memasak dan menyajikan menu Indonesia.
Masih banyak agenda lain tim Indonesia di FBF hingga Minggu (18/10). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Anies Baswedan turut hadir saat pembukaan FBF, kemarin sore (13/10).
Sadar Indonesia bukan negeri yang dikenal terutama di dunia literasi, karena itu, sebagaimana ditegaskan Anies, Indonesia ingin melumat batas dan sekat.
Di FBF kali ini, Indonesia mengusung tema
17.000 Islands of Imagination. “Saya percaya,” kata Anies, “hubungan Jerman dan Eropa dengan Indonesia akan lebih indah melalui percakapan antarbudaya.”
(vga/vga)