Pembatalan 'Sesi 1965' di Ubud Writers, Bentuk Sensor Baru?

CNN Indonesia
Jumat, 23 Okt 2015 15:54 WIB
Pemerintah lokal Bali keberatan dengan adanya diskusi soal peristiwa 1965 di UWRF 2015, sejak pertama program dipublikasikan panitia.
Pemutaran film Joshua Oppenheimer, The Look of Silence termasuk yang dibatalkan di UWRF 2015. (Getty Images/Jemal Countess)
Jakarta, CNN Indonesia -- Teror 1965 yang menghantui Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2015, ajang pertemuan penulis internasional di Indonesia, punya cerita panjang. Hanna Nabila, koordinator media UWRF 2015 mengatakan, keberatan sudah ada sejak program-program dipublikasikan.

"Sejak pertama sudah ada keberatan dari pemerintah lokal," kata Hanna saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat (23/10). Terutama, pada segala hal yang bertema 1965. Kebetulan, karena tahun ini Indonesia memeringati 50 tahun G30S dan genosida, tema itu menguat.

Di UWRF 2015 sendiri terdapat tiga diskusi panel, satu pemutaran film, dan pameran serta peluncuran buku terkait tema itu. Ketiganya pun terpaksa dibatalkan setelah diskusi di Mapolres Gianyar, Jumat (23/10) siang tadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanna mengaku tidak tahu alasan pasti pemerintah lokal meminta acara-acara itu dibatalkan. Jika soal keamanan, ia tak bisa memahami apa yang ditakutkan jika tema itu diungkit kembali dalam diskusi terbuka.

"UWRF ini kan sebagai wadah terbuka, kami tidak ada hubungannya dengan politik. Kami membuka diskusi justru untuk menghormati para korban," ujar Hanna mengungkapkan. Namun, setelah diskusi sejak program diumumkan sampai detik-detik terakhir, pihaknya pun mengalah.

Meski begitu, para pembicara diskusi, termasuk Joshua Oppenheimer sutradara The Look of Silence dan penulis buku yang sesinya dibatalkan, dipastikan akan tetap hadir di UWRF. "Akan dipikirkan dari panitia program, mungkin mereka hadir di sesi lain tapi bukan sebagai pembicara tema itu," tutur Hanna.

Direktur festival, Janet Denefee pun kecewa dengan pembatalan itu. Selama bertahun-tahun UWRF diselenggarakan, belum ada "sensor" semacam itu. Menurutnya, seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, itu tamparan keras.

"Ini sungguh mengecewakan dan mungkin bisa dikatakan sebagai sikap pengecut pemerintah untuk menolak mendiskusikan tragedi nasional," tuturnya. "Sepertinya sensor sedang tren lagi," ia melanjutkan ungkapan kekecewaannya.

Kekecewaan juga datang dari Oppenheimer, yang telah menginjakkan kaki di Indonesia sejak 2000-an dan melakukan investigasi soal peristiwa 1965. Dua film telah ia telurkan, The Act of Killing dari sudut pandang pembantai dan The Look of Silence soal korban.

"Saya pikir ini bagian dari pembatasan kebebasan berekspresi," tuturnya melalui surel pada Fairfax Media. "Ini menjengkelkan. Saya khawatir ini bagian dari penegasan kembali kekuasaan oleh negara," kata Oppenheimer lagi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER