Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap tahun, peristiwa kebakaran hutan selalu terjadi di lokasi-lokasi yang hampir sama. Kesadaran masyarakat terhadap kasus kebakaran hutan pun masih minim, bahkan sering kali lupa seiring padamnya kebakaran hutan ketika musim kemarau usai.
Peristiwa kebakaran hutan yang menimpa sebagian besar wilayah Indonesia pada tahun ini telah menempatkan Indonesia dalam sorotan internasional akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Kaitannya pada luas wilayah hutan yang terbakar dan lamanya penanganan bencana ini.
Menurut data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), luas kebakaran hutan tahun ini telah mencapai lebih dari dua hektare yang diperoleh melalui perhitungan sejak 21 Juni-20 Oktober 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para seniman pun angkat suara melalui karya-karyanya dalam pameran seni rupa dan fotografi berjudul
Mencegah Bara di Galeria Fatahillah, Jakarta, pada 17 Desember 2015 hingga 17 Januari 2016.
Pameran ini merupakan hasil kerja sama Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI), Kemitraan Partnership, dan Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC).
Melibatkan 14 seniman dan sembilan fotografer,
Mencegah Bara mengusung pesan bahwa kita harus bersama-sama berkumpul dan bersatu padu untuk meredam bara yang terjadi di hutan-hutan sekaligus bara di hati orang-orang yang masih saling menyalahkan. Sinergi untuk memikirkan aksi strategis memang kini diperlukan.
Para seniman yang terlibat di pameran kali ini menampilkan karya-karya dalam berbagai media, yakni lukisan, patung, gambar, instalasi, foto, hingga
video art.Dikurasi oleh Bambang “Toko” Witjaksono untuk karya seni dan Erik Prasetya untuk fotografi,
Mencegah Bara menampilkan karya 14 perupa, antara lain Agus Suwage, Eddi Prabandono, Eldwin Pradipta, Pande Ketut Taman, Prison Art Programs (PAP’s), Theresia Agustina Sitompul, dan Titarubi. Sedangkan fotografer yang terlibat, di antaranya Abriansyah Liberto, Beawiharta, Bjorn Vaughn, Jessica Helena Wuysang, dan Ulet Ifansasti.
“Kita disodori beragam imajinasi seniman tentang kondisi alam. Imajinasi-imajinasi tadi tidak sekonyong-konyong muncul, namun akibat dari begitu banyaknya peristiwa atau kondisi alam yang semakin lama semakin rusak. Di tangan senimanlah peristiwa-peristiwa tadi divisualisasikan dengan daya kritis yang sangat menohok,” ujar Bambang “Toko” Witjaksono.
Sementara dalam kurasinya, Erik Prasetya menilai selalu ada "bahaya" estetika pada fotografi, terutama yang dipampang dalam pameran atau media massa. Pameran ini mencoba menghindari jebakan tersebut, dan berusaha mengajak pengunjung mengalami kesedihan bencana, sekalipun tetap lewat pengalaman visual-estetik.
Melalui pameran ini, diharapkan pemerintah dan masyarakat sama-sama berupaya mencari solusi dan menangani kasus kebakaran hutan secara lebih serius.
“Komitmen bahwa usaha pencegahan harus kita mulai dan ancaman kebakaran hutan yang berakibat asap harus terus diwaspadai. Menjaga lingkungan adalah suatu keharusan,” ujar Lin Che Wei, CEO JOTRC.
(sil/vga)