Jakarta, CNN Indonesia -- Eddie Cahyono dan Ifa Isfansyah tak pernah menduga bahwa film sederhana yang mereka buat ternyata banyak dicintai. Itu terbukti dari banyaknya penghargaan yang diraih film terbaru garapan mereka,
Siti.Anugerah Film Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2015 bukan piala final yang diterima film karya para sineas Yogyakarta itu. Kata Ifa, banyak festival luar negeri yang akan didatangi
Siti.Sejak Siti selesai dibuat, film tentang perempuan tangguh dari pesisir pantai Parangtritis itu langsung melanglang buana. Film yang dibintangi aktris lokal, Sekar Sari tersebut melenggang dari satu festival ke festival bergengsi lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemutaran perdana
Siti dilakukan pada 2014 dalam ajang Netpac Asian Film Festival ke-9 di Yogyakarta. Sejak saat itu perjalanan Siti tidak pernah berhenti.
Prestasi pertama
Siti terukir di ajang Singapore International Film Festival pada 2014 lalu. Sekar Sari mendapat penghargaan Best Performance. Di ajang yang berbeda, Shanghai International Film Festival 2015, Siti dianugerahi Best Scripwriting.
Di Toronto Asian Reel Film Festival dan Five Flavour Film Festival Polandia 2015 Siti kembali meraih penghargaan khusus: Honorable Mention dan Jury Mention.
Tak hanya itu,
Siti juga berhasil masuk ke berbagai festival film luar negeri lainnya, seperti Udine Far East Film Festival (Italia), Telluride Film Festival (Amerika Utara), Vancouver International Film Festival, International Film Festival Rotterdam, Viennale International Film Festival, dan Hamburg Film Festival.
Meski perjalanannya berawal dari negara-negara asing, sambutan untuk
Siti di negeri sendiri tak kalah antusias. Setelah berhasil mendapatkan penghargaan dalam ajang Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2015 sebagai Film Panjang Terbaik,
Siti pun berhasil menyabet penghargaan FFI 2015.
Di ajang yang sama,
Siti berhasil meraih penghargaan dalam kategori skenario asli terbaik dan penata musik terbaik. Semua penghargaan itu cukup untuk membuktikan bahwa
Siti benar-benar film berkualitas. Meskipun diakui, dananya terbatas.
Ifa sebagai produser mengatakan, sejak awal dibuat
Siti memang sengaja dipersiapkan untuk tayang di festival. Tapi, mereka tidak menyangka jika apresiasi untuk
Siti terus datang tiada henti, bahkan sampai saat ini, ketika Siti sudah bisa disaksikan di bioskop-bioksop.
Tadinya, Ifa berencana fokus membuat film berikutnya setelah
Siti menginjak festival ke-tiganya. Namun, karena ingin Siti bertemu lebih banyak penonton, mereka melanjutkan perjalanan film itu meski lelah sebenarnya sudah menggelayut.
"Film ini menarik kita sampai Eddie bilang, 'Saya capai ke luar negeri, ke festival.' Bagaimanapun juga kita harus berproses lagi. Eddie harus menulis proyek berikutnya. Di sisi lain, Siti masih berproses," ujar Ifa mengungkapkan.
[Gambas:Youtube]Tapi secara tegas Ifa memutuskan, ia tidak akan menutup perjalanan Siti. Film itu masih akan berkelana. "Buat saya sangat penting Siti bertemu penonton, dengan cara apapun," ujar sutradara kenamaan itu.
Berawal dari ide sederhanaPerjalanan Siti yang begitu fenomenal dan berprestasi, ternyata diawali oleh satu langkah sederhana. Semua bermula dari keinginan Eddie membuat film di Pantai Parangtritis. Soal apa, ia belum tahu.
Suatu waktu, Eddie mendengar secuil cerita tentang kehidupan di salah satu pantai di Yogyakarta itu. Ia lantas terinspirasi.
Saya capai ke luar negeri, ke festival.Eddie Cahyono, sutradara Siti. |
"Waktu itu saya mendengar ada karaoke yang ditutup, dan ada pemandu karaoke yang meninggal karena oplosan. Dari situ saya mulai menulis," kata Eddie. Cerita di benaknya pun makin berkembang. Berbekal pertanyaan kehidupan, imajinasinya meliar.
Sampai pada akhirnya ia membuat cerita tentang seorang perempuan yang tinggal di Parangtritis dengan sekelumit masalah kehidupan yang membelenggunya. Cerita yang sangat sederhana, tapi penuh makna.
Siti adalah tentang perjuangan perempuan 24 tahun yang merupakan ibu muda tulang punggung keluarga. Ia harus mengurusi suami, mertua, dan anaknya setelah sang pasangan hidu[ lumpuh akibat kecelakaan. Keadaan memaksa Siti bekerja di tempat karaoke. Sayangnya, suaminya tidak setuju.
Bukan hanya cerita penuh alur drama kehidupan yang membuat Siti menarik. Film itu juga disampaikan dengan format hitam putih dan 4x3, bukan 16x9. Semua pilihan punya filosofinya masing-masing.
Hitam putih dipilih untuk menggambarkan dunia Siti yang hanya ada warna monokrom seperti itu. Sedang format film dipilih untuk memberi gambaran betapa sempit dan terimpitnya hidup sang karakter utama.
(rsa)