Jakarta, CNN Indonesia -- Di ranah hiburan, bukan hanya film dan album musik saja yang rentan menjadi korban peretasan secara
online, buku juga. Apalagi buku laris manis macam seri Harry Potter karya J.K. Rowling.
Nigel Newton, pendiri Bloomsbury Book yang menjadi publisis buku Harry Potter, menyatakan kepada sebuah media massa Inggris, naskah orisinal buku
Harry Potter and The Half Blood Prince nyaris diretas.
Untung saja ada campur tangan Government Communications Headquarters (GCHQ), badan intelejen Inggris Raya yang bertugas memonitor komunikasi elektronik demi mencegah bahaya laten terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"GCHQ menelepon saya dan mengatakan, 'Kami menemukan naskah orisinal Harry Potter di internet,’” kata Newton saat diwawancarai sebuah stasiun radio Inggris soal pengalaman satu dekade lalu.
“Lalu,” Newton menambahkan, “saya meminta naskah [yang dimaksud] itu dan memberikannya pada editor kami, dan dia berkata 'Tidak, ini palsu.’” Akhirnya, buku seri ke-enam itu pun sukses dirilis pada 2005.
Dikatakan Newton, jika naskah
Harry Potter and The Half Blood Prince jadi diretas, lalu media massa membocorkan soal karakter yang mati, maka para pembaca, terutama anak-anak, bakal kecewa.
“Para musuh siap memporakporandakan kenikmatan [membaca kisah Harry Potter] di dunia.” Demi mencegah aksi peretasan oleh para musuh, Bloomsbury dijaga lebih ketat, juga dilindungi polisi.
“Kami memperketat keamanan karena ada orang berniat mencuri naskah orisinal,” kata Newton. Menurutnya, ada pihak yang rela membayar £5,000 atau hampir Rp100 juta untuk pencuri salinan naskah.
Sementara itu, juru bicara GCHQ menyatakan keberatan untuk memberikan komentar soal perlindungan untuk menjegal peretasan buku Harry Potter yang terjual lebih dari 450 juta kopi di seluruh dunia.
(vga/vga)