Bahu Membahu Peduli Lokananta

Muhammad Andika Putra | CNN Indonesia
Sabtu, 16 Apr 2016 10:45 WIB
Yang lebih miris, sebagian besar anak muda di Solo bahkan mengenal Lokananta sebagai tempat bermain futsal, bukan perusahaan rekaman yang legendaris.
Studio rekaman di Lokananta, Solo, Jawa Tengah, pada Rabu (13/4). (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun ini, Lokananta genap berusia 60 tahun. Sejak berdiri pada 1956 silam, tidak banyak yang berubah dari bangunan hingga peralatannya.

Padahal sebagai perusahaan rekaman musik, seharusnya Lokananta mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Tapi masih banyak peralatan yang digunakan sejak '80-an hingga saat ini.

"Dulu sewaktu masih di bawah Departemen Penerangan, kami bebas memesan alat. Jadi alat-alat yang ada saat ini adalah alat-alat terbaik yang ada di Eropa," kata Bembi Ananto, karyawan di bagian mastering, saat ditemui CNNIndonesia.com di Lokananta pada Rabu (13/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mungkin itu sebabnya alat-alat ini masih awet, meski kami tetap ingin ada pengkinian alat," lanjut Bembi.

Intan Anggita Pratiwi, pemilik toko rilisan fisik Sub Store di Pasar Santa, Jakarta, merupakan salah satu dari sekian banyak pemerhati musik yang tidak tahan melihat kekunoan di Lokananta.

Bersama Wendi, Sarah, Ajeng, Alain dan teman-temannya di Solo, Intan membuat gerakan bernama Sahabat Lokananta, untuk mempublikasikan kondisi Lokananta saat ini.

"Awalnya itu Glenn Fredly ngajak saya ke Lokananta untuk ngeliat proyek garapannya. Di sana saya melihat sendiri studio rekaman yang selama ini sangat sarat akan cerita bersejarah. Tapi sekaligus sedih melihat kondisinya yang tidak terurus," ujar Intan saat diwawancarai oleh CNNIndonesia.com, pada Kamis (14/4).

Yang lebih miris, masih dikatakan Intan, sebagian besar anak muda di Solo bahkan mengenal Lokananta sebagai tempat bermain futsal, bukan perusahaan rekaman yang legendaris.

Alasan itu juga semakin membuat Intan bertekad sejarah Lokananta harus kembali diceritakan, agar tidak ada yang melupakannya.

Peralatan rekaman di studio Lokananta. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Sahabat Lokananta memulai gerakannya dengan mengadakan konser musik. Yang pertama digelar ialah konser Glenn bersama Bakucakar.

Pada saat yang sama, White Shoes and The Couples Company juga sedang menyambangi Lokananta.

Keseruan tersebut diabadikan Sahabat Lokananta melalui dokumentasi video yang kemudian disebar di jejaring sosial.

"Video itu saya sebar ke teman-teman yang punya komunitas musik di Indonesia, bahkan sampai ke Sorong. Saya mau mereka tahu kalau Indonesia punya studio rekaman yang kualitasnya mungkin bisa dibilang sebanding dengan Abbey Road," kata Intan.

Setelah kepedulian mulai tumbuh di masyarakat, gerakan Sahabat Lokananta tidak berhenti. Mereka terus menghimpun bantuan dengan cara menjual kaus berlogo Lokananta.

"Hasil dari penjualan kaus itu digunakan untuk beli pendingin ruangan, karena ada ruangan yang tidak ada AC sehingga peralatannya berjamur," ujar Intan.

Wanita berusia 29 tahun ini membenarkan bahwa Sahabat Lokananta terinpirasi dari Gerakan Malang Bernyanyi yang sudah lebih dulu memberikan donasi kepada Lokananta.

Meski telah berhasil membuat konser dan menyumbang pendingin udara, Intan mengatakan bahwa gerakan Sahabat Lokananta belum selesai dan masih akan terus berlanjut.

Kepedulian Wartawan

Selain Sahabat Lokananta dan Gerakan Malang Bernyanyi, ada gerakan sukarela lain juga peduli dengan Lokananta.

Bernama Lokananta Projek, tahun ini mereka akan menerbitkan buku tentang sejarah Lokananta yang ditulis oleh Fakhri Zakaria dan Dzulfikri Puta, wartawan dari salah satu media cetak di Jakarta.

"Buku ini tidak akan menceritakan tentang nostalgia, karena sudah banyak yang menulisnya. Dalam buku ini kami lebih menekankan bagaimana upaya Lokanata sebagai perusahaan milik pemerintah memosisikan diri di tengah musik indonesia yang sudah digital," kata Zakaria, saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com pada Kamis (14/4).

Bagian dalam studio rekaman di Lokananta. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Zakaria menjelaskan, bahwa buku Lokananta Projek terdiri dari empat bab yang menceritakan tentang kehidupan pegawai, strategi bisnis di era digital, gagasan pengarsipan nasional dan gerakan inisiatif dari publik yang menghidupkan Lokananta.

Selain produksi buku, Lokananta Projek juga menghidupkan situs web dengan nama www.lokanantamusik.com.

Jika sudah berjalan dengan baik, nantinya situs web itu akan dikelola oleh pihak Lokananta.

Laman www.lokanantamusik.com akan berfungsi sebagai perpustakaan digital yang memuat arsip lagu beserta sampul, kode produksi dan keterangan lainnya.

Koordinator Lokananta Projek Syaura Qotrunadha menjelaskan, bahwa saat ini mereka masih membuka pintu untuk donatur dana demi biaya produksi buku serta pengelolaan situs.

"Salah satu program kebudayaan perusahaan rokok telah menyumbang dana untuk mencetak buku sebanyak 300 eksemplar. Keinginan kami bisa cetak seribu eksemplar supaya informasinya tersebar lebih luas. Nantinya profit penjualan buku juga akan dibagi untuk Lokananta," kata Syaura menutup pembicaraan.

(ard/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER