Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia bisa dibilang terlambat mengenal
Star Trek karena serial ini baru ditayangkan di TVRI pada 1974. Padahal serial film fiksi ilmiah itu pertama kali ditayangkan di Amerika Serikat pada 1966.
Jadi sejak 1974 itulah saya mulai menonton, dan sejak itu juga saya menyukainya.
Saya yang ketika itu masih duduk di kelas dua SMP sangat terpesona dengan perkembangan teknologi angkasa luar setelah pendaratan Apollo 11 di Bulan pada 1969 serta penerbangan-penerbangan luar angkasa lain. Dan pada saat bersamaan muncul serial
Star Trek di televisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serial pertama yang saya tonton adalah The Original Series (TOS). Namun di akhir 1980-an dan awal 1990-an, stasiun-stasiun televisi swasta juga menayangkan
The Next Generation (TNG), Voyager (Voy), Enterprise (Ent).Sebenarnya saya bukan seorang '
geek' terhadap hal-hal yang terlalu berbau ilmiah, apalagi yang berkaitan dengan angkasa luar. Tetapi saya melihat
Star Trek serial yang menarik.
Kisahnya bukan sekadar perjalanan ke luar angkasa. Ada pula pertemuan-pertemuan orang dari berbagai bangsa, bahkan dengan alien, yang dijalin dalam rangkaian kisah menarik.
Pertama kali menonton, saya hanya menikmati alur ceritanya begitu saja. Tetapi kelamaan, saya baru sadar bahwa Gene Roddenberry, sang pencipta
Star Trek ternyata punya visi yang luar biasa.
Itu terlihat dari karakter dan cerita dalam
Star Trek yang seakan 'melawan' situasi yang terjadi saat itu.
Bayangkan, film itu dibuat pada 1960-an ketika isu rasialisme masih sangat keras di Amerika Serikat. Tetapi di pesawat Enterprise seorang kulit hitam ditempatkan sebagai perwira komunikasi. Hebatnya lagi, sang perwira kulit hitam itu adalah seorang wanita.
Belakangan, terjadi pula hubungan asmara antara perwira wanita kulit hitam dengan perwira pria kulit putih. Suatu hal yang sukar dibayangkan terjadi pada tahun 1960-an, khususnya di AS, tempat film itu diproduksi.
Star Trek pun menyentuh bidang politik. Di era perang dingin antara Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) pada 1960-an, Roddenberry justru menamai salah satu perwira di Enterprise Pavel Chekov. Nama yang jelas berhubungan dengan nama keluarga di Uni Soviet.
Belakangan pula, saya menyadari bahwa Roddenberry ternyata menginspirasi penemuan berbagai peranti di masa depan. Contohnya, alat yang disebut komunikator. Alat komunikasi kecil untuk berbicara itu kini kita kenal sebagai telepon seluler.
Alat suntik di Sick Bay (nama untuk ruangan perawatan di pesawat Enterprise) juga merupakan 'ramalan' Roddenberry akan masa depan. Alat itu diciptakan tanpa jarum. Kini, ternyata alat suntik tanpa jarum pun mulai dikembangkan. Demikian pula dengan phaser atau pistol sinar.
Hebatnya lagi, dibantu sejumlah orang, Roddenberry menciptakan karakter-karakter alien yang punya bahasa khusus. Seperti Klingon dengan Bahasa Klingon dan Vulcan dengan Bahasa Vulcan. Sekarang bahasa itu jadi pilihan dalam penerjemahan melalui internet.
Itu sebagian hal yang membuat saya tertarik pada
Star Trek. Tentu saja kostum-kostum dan penampilan karakter yang ada di Star Trek, baik perwira manusia maupun alien juga membuat serial ini menarik bagi saya.
Saya pun terlibat dalam komunitas penggemar
Star Trek. Salah satu komunitas terbesar di Indonesia adalah Indo Star Trek (IST), yang mulai menyatukan diri sejak awal 1990-an.
Pangkat saya Admiral di sana. Pangkat diberikan berdasarkan usia. Usia 20-29 tahun diberi pangkat Lieutenant, 30-39 tahun berpangkat Commander, 40-49 tahun memakai pangkat Captain, dan di atas 50 tahun memiliki pangkat tertinggi yaitu Admiral.
Saya juga terlibat di Starfleet International (SFI), yang anggotanya berasal dari seluruh dunia.
Saya punya pangkat kapten, yang diberikan berdasarkan aktivitas dan kemahiran dalam hal-hal yang terkait Star Trek. Pada 2012 saya pernah menjadi Officer of the Year dari Region 12 SFI, salah satu di antara lebih dari 20 region yang ada di SFI.
Beruntungnya saya,
Star Trek juga mengajarkan penggemarnya saling menghormati dan sedapat mungkin membantu yang lain.
Kami mengenal Prime Directive atau Aturan Utama Star Trek, yang intinya menghormati orang lain, tidak ikut campur urusan internal pihak lain. Tapi itu tak berarti memutus relasi dan interaksi.
Para penggemar
Star Trek yang jumlahnya puluhan ribu di tiap negara punya wadah pertemuan setahun sekali: Star Trek Convention. Biasanya digelar di bulan Agustus, dan didatangi penggemar dari berbagai negara.
Dengan demikian
Star Trek bukan hanya melintasi batas ras, teknologi, dan bahasa. Semakin hari,
Star Trek juga melintasi batas ruang dan waktu di antara kehidupan manusia.
(rsa/yns)