Jakarta, CNN Indonesia -- Lantunan
Sorry Justin Bieber atau
Perfect milik One Direction mungkin lebih dihafal anak muda sekarang ketimbang
Rayuan Pulau Kelapa, Bagimu Negeri, atau
Berkibarlah Benderaku.Lagu wajib nasional, demikian 'rayuan-rayuan' itu biasa disebut, memang tidak sekental dahulu. Ia hanya didengar pada momen-momen tertentu, seperti saat perayaan kemerdekaan RI seperti hari ini, Rabu (17/8).
Fenomena itu diakui musisi Addie MS. Kepada CNNIndonesia.com ia mengungkapkan, sebutan 'lagu wajib' bahkan tak lagi relevan lantaran banyak orang yang tidak hafal lagu-lagu itu, tak tahu, atau tak tertarik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi lagunya itu-itu saja. Tidak ada tambahan selama puluhan tahun terakhir. Kalau bukan karya Ismail Marzuki, R. Kusbini, maka Ibu Soed.
Beberapa musisi memang mencoba membangkitkan kembali nasionalisme melalui lagu-lagu bertema kebangsaan. Tapi nyanyian seperti Bendera milik band Cokelat yang juga sering diputar saat Hari Kemerdekaan itu tetap tak bisa menjadi lagu wajib nasional.
Menurut Addie, niat itu sangat baik dan patut diapresiasi. Lagu yang lebih modern seperti itu bisa bikin orang semakin mencintai Indonesia. "Lagu dengan tema nasional yang mereka buat akan relevan dengan keadaan saat ini," kata Addie saat dihubungi via telepon.
Tapi lagu-lagu itu sepertinya memang tak pernah bisa menjadi setaraf
Rayuan Pulau Kelapa dan lainnya. Addie sendiri tidak tahu siapa lembaga yang berwenang mengukuhkan suatu tembang menjadi lagu wajib nasional. Tapi jika kelak terjadi harus ada tindak lanjut.
"Kalau diresmikan sebagai lagu wajib nasional selanjutnya apa? Harus dihafal? Itu sulit. Kecuali ada langkah tegas dan pasti dari kementerian. Menyepakati bagaimana membuat lagu itu dikenal untuk membangkitkan nasionalisme," ujarnya.
Lagu wajib yang ada sekarang saja, tidak lagi dinyanyikan sebangga dulu.
Menurut Addie, salah satu kunci memopulerkan kembali lagu wajib nasional adalah melalui sekolah dasar.
"Dulu lagu wajib nasional masuk dalam kompilasi buku pelajaran SD, lirik dan nada tertulis dalam buku itu. Anak SD harus menyanyikan dan menghafal lagu itu. Sekarang sepertinya tidak," kata suami aktris Memes itu memaparkan.
Menurut konduktor Twilite Orchestra itu, kemajuan internet di mana anak muda bisa mencari segala jenis musik termasuk dari Barat, membuat kecintaan pada lagu wajib nasional luntur.
"Dengan internet mereka bisa mendapat macam-macam musik. Itu akan memengaruhi selara musik anak-anak yang berbeda. Dengan begitu mereka akan sulit menerima dan mengetahui lagu wajib nasional," kata Addie.
Ia melanjutkan, "Ini pekerjaan rumah buat sekolah. Anak-anak itu harus tahu lagu wajib nasional sejak kecil." Ia tak mau, beberapa tahun lagi lagu wajib nasional benar-benar dilupakan.
Sebagai musisi, Addie sendiri punya cara khusus melestarikan lagu-lagu itu. Setiap tahun menjelang 17 Agustus, Addie menggelar konser Simfoni Negeri bersama orkestranya. Di sana Addie menngaransemen ulang lagu-lagu wajib nasional lebih kaya musik.
Tahun ini, konser Simfoni Negeriku diselenggarakan pada 13 Agustus lalu. Lagu-lagu wajib nasional dan lagu daerah pun dibawakannya dalam balutan musik orkestra yang sangat menggugah.
Sang musisi 56 tahun melangsungkan konser dua babaknya dengan tidak sembarangan. Satu per satu ia membuat partitur untuk lagu yang dibawakan.
Meski harus bekerja keras, Addie puas dan senang konsernya berjalan mulus. Ia tidak menyangka pengunjung antusias dengan lagu wajib nasional yang sudah ia aransemen ulang. "Ada penonton yang merinding dan menangis karena mendengar lagu-lagu perjuangan jadi simfoni. Mereka pun ikut bernyanyi bersama paduan suara," kata Addie.
Konser seperti itu juga dirasanya penting untuk menumbuhkan rasa nasionalisme. Musik, ujarnya, merupakan salah satu cara efektif menumbuhkan rasa cinta pada bangsa Indonesia, bukan hanya sekadar pidato dengan retorika di hadapan publik.
(rsa/rsa)