Solo, CNN Indonesia -- Ada proses panjang dan filosofi mendalam di balik satu set gamelan Jawa yang kerap ditemui di lobi hotel, gedung pemerintah, atau pentas musik tradisional. Pembuatannya, dari awal sampai akhir, tidak bisa sembarangan.
Kepercayaan menjadi asas utama. Itu disampaikan Iyon, anak dari pemilik perusahaan produsen gamelan Palu Gongso yang terletak di Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Palu Gongso membuat gamelan sejak 1995, dan hingga kini masih aktif berproduksi tiap hari.
Kepercayaan itu dipupuk sejak lama sehingga koneksi antarpekerja terbangun secara natural.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iyon menegaskan, dari seluruh proses pembuatan gamelan, bahkan hasil akhirnya yang dijual sampai lintas benua, yang termahal adalah kepercayaan. "Bahan dasar seperti timah dan tembaga kalah mahal dengan rasa kepercayaan," Iyon menegaskan.
Kepada CNNIndonesia.com ia menambahkan, tidak sembarang orang bisa membuat gamelan dengan baik. "Ini kerja tim yang tidak mudah," ujarnya.
Kurang lebih ada 10 dalam satu tim pembuat gamelan Jawa. Ada yang bagian menempa menggunakan palu depan, palu tengah dan palu apit, ada yang memutar gamelan, membakarnya, sampai ada yang bagian menyetem suara gamelan itu.
Tim itu sangat solid. Jika salah satu anggotanya ada yang absen, produksi gamelan tertunda. Orang lain tak bisa secara sembarangan diajak masuk ke dalam tim dan ikut membuat gamelan. Sebabnya, kata Iyon, ada urutan saat menempa. Itu dipercayakan ke masing-masing anggota, tak bisa diganti.
"Kalau mau membuat tim yang baru pun membutuhkan waktu sangat lama."
Untuk membuat tim pembuat gamelan yang baru, tidak bisa terdiri atas semua orang baru. Harus ada pembuat gamelan yang sudah andal dan terpercaya di dalamnya. Orang baru dibatasi dua sampai empat saja. Tugasnya ringan.
Selama dua tahun, orang baru itu hanya boleh menyiapkan api, menjaga blower dan membantu hal ringan yang lain. Sembari membantu mereka harus memerhatikan bagaimana cara menempa, membakar, memutar dan menyetem gamelan. Dari situ mereka belajar.
"Orang itu baru boleh menempa sekitar lima tahun setelah ikut membuat gamelan. Kepercayaan satu sama lain itu sangat penting," kata Iyon.
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat gamelan dari masing-masing tim bervariasi. Tergantung jenis gamelan yang mereka buat. Satu set gamelan Jawa Salendro Pelok saja terdiri atas beberapa jenis gamelan. Di antaranya: gamelan peking, saron, demung, bonang, kempul, gender, slenthem, kenong, ketok kempyang dan terpopuler gong.
Untuk membuat gong misalnya, butuh satu minggu sampai siap dimainkan. Gong memang salah satu instrumen gamelan Jawa yang sulit dibuat. Sedang gamelan lain butuh waktu tiga sampai empat hari sampai siap dimainkann.
"Ya dari semua itu kalau mau membuat satu set gamelan Jawa Salendro Pelok butuh tiga sampai empat bulan. Salendro Pelok kalau dalam musik biasa ibarat mayor minor, salendro itu mayor dan pelok itu minor," kata Iyon.
 Pembuatan gamelan di Palu Gongso. (CNNIndonesia/ M. Andika Putra) |
Filosofi GongsoNama 'gongso' yang dipakai Palu Gongso tidal asal comot. Ada filosofi tersendiri dari kata itu. Dalam bahasa Jawa, 'gongso' terdiri atas dua kata: 'go' yang merupakan kependekan dari tigo alias tiga dan 'so' kependekan dari sedoso yang berarti sepuluh.
"Itu kami gunakan sebagai perbandingan membuat campuran bahan dasar gamelan. Perbandinganya tiga banding sepuluh, tiga timah dan 10 tembaga," kata Iyon. Itu jadi aturan baku membuat gamelan.
Perbandingan timah dan tembaga itu bisa disesuaikan dengan ukuran gamelan yang ingin dibuat. Tapi perbandingan 3:10 tak diubah. "Setiap mencampur timah dan tembaga kami mengambil contoh. Melihat apakah campuran sudah bagus atau belum," kata Iyon.
Jika perbandingan diubah atau campuran tidak pas, gamelan bisa pecah saat ditempa. Bahan itu pun terbuang karena tak mungkin bisa dipakai lagi.
Untuk timah, Palu Gongso selalu menggunakan timah baru yang berasal dari Bangka. Harganya Rp300 ribu untuk satu kilogram timah. Tapi soal tembaga, mereka mencari yang sudah dipakai. Biasanya dari kabel bekas.
Bahan dasar seperti timah dan tembaga kalah mahal dengan rasa kepercayaan.Iyon, produsen gamelan |
"Tembaga bekas atau baru tidak pengaruh ke suara. Kalau pakai tembaga baru, biaya produksi kami tidak akan tertutup. Lagipula sebelum proses mencampur kami bersihkan dulu. Yang penting perbandingan timah dan tembaga itu," kata Iyon memaparkan.
Sampai ke IrlandiaTak hanya memproduksi gamelan untuk dalam negeri. Gamelan Jawa Salendro Pelok bikinan Palu Gongso juga bisa singgah di negara-negara lain. Mereka biasa mengekspor satu set gamelam itu jika ada pesanan khusus.
"Sebenarnya banyak negara-negara lain yang ke sini, tapi yang sering memesan Jepang. Sekarang kami lagi menyiapkan pesanan untuk Irlandia," kata Iyon.
Di luar negeri bisanya gamelan dibeli oleh sanggar seni atau universitas. Sanggar itu lantas memanggil orang Indonesia sebagai pengajar gamelan. Sedang di univesitas, gamelan Jawa Salendro Pelok biasanya digunakan sebagai salah satu ekstrakulikuler.
Palu Gongso tidak membedakan harga untuk pembeli dalam negeri dan luar negeri. Satu set gamelan dihargai seharga Rp350 juta sampai Rp500 juta. Namun harga itu bisa berubah-ubah karena harga timah yang fluktuatif.
"Dari kisaran harga itu pasti ada bedanya. Harga yang Rp350 juta dengan yang Rp450 juta pasti beda. Terganutung pemesan juga mau buat seperti apa dan bisa bayar berapa."
Tapi Iyon mengaku, saat ini pesanan dari luar negeri tak seramai dulu. Penyebabnya bukan kurang peminat. Alat musik gamelan sendiri memang usianya panjang. Mereka hanya perlu dirawat. Ayah Iyon sering dipanggil ke luar negeri untuk menyetem gamelan.
"Di sana gamelan digunakan turun-temurun karena memang bisa bertahan lama, tetapi suaranya memang harus disetem. Ayah saya hampir tiap tahun berangkat ke Jepang untuk menyetem gamelan," kata Iyon bercerita.
Di dalam negeri sendiri, Bali menjadi salah satu daerah yang paling sering memesan gamelan ke Palu Gongso.
(rsa/rsa)