Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia bukan gudangnya musik klasik. Perkembangan musik yang satu itu tidak sepesat pop, rock, jazz, bahkan dangdut. Tapi bukan berarti Indonesia tak punya musisi klasik.
Diatra Zulaika bisa menjadi 'masa depan' Indonesia soal itu. Usianya masih muda, 26 tahun. Tapi sudah sejak belia ia punya ketertarikan besar terhadap musik klasik. Usianya saat itu masih 13 tahun, tiga tahun setelah les piano di Sekolah Musik Amadeus.
Kepada CNNIndonesia.com saat berkunjung ke kantor redaksi Zulaika bercerita, ketertarikannya berawal dari mendengar musik klasik di radio.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ikut les vokal, terus pindah dari guru satu ke yang lainnya, yang lebih bagus sampai akhirnya cocok. Saya tidak lanjutkan piano karena kurang latihan jadi tidak maju-maju. Lulus SMA saya melanjutkan ke Jerman untuk ambil jurusan Musik," tuturnya.
Pilihannya bukan cuma satu. Di kampus lain, Zulaika juga bersiap mengambil jurusan Biokimia, karena ia juga akrab dengan sains sejak masih sangat muda. Gurunya pun menyarankan jurusan itu.
"Dua peluang saya di
hard science atau vokal. Pembimbing saya mengarahkan ke sana karena biokimia atau linguistik pada kecerdasan buatan akan maju di masa depan. Itu Plan B saya," katanya.
[Gambas:Video CNN]Tapi namanya ternyata tersaring di sekolah musik setelah bersaing dengan ratusan pendaftar. Ia termasuk enam siswa yang akhirnya diterima di Folkwang University di Essen, Jerman dan fokus mengambil jurusan Opera.
Penyanyi yang pernah bekerjasama dengan pianis Jaya Suprana saat usianya masih 14 tahun itu mengatakan, alasan dirinya menekuni musik klasik genre itu berbeda dengan yang lain.
"Tantangannya beda. Kalau musik klasik harus pakai seluruh tubuh. Seperti atlet saja kalau tidak latihan akan kaku, tidak bisa mencapai ke level sebelumnya dan harus
body building latihan setiap hari," ujar Zulaika.
Sayang, ia merasa orang-orang di Indonesia belum terlalu menyeriusi musik genre itu. "Musik itu untuk hiburan, tetapi kalau mendalaminya ada hal lain yang lebih lagi. Itulah esensinya," Zulaika melanjutkan.
Setelah belajar selama kurang lebih lima tahun di Jerman, gadis kelahiran 1990 itu beberapa kali punya pengalaman tampil di rumah opera di sana. Tapi jika diminta membandingkan, Zulaika mengatakan Indonesia dan Jerman punya plus minus masing-masing.
Musik itu untuk hiburan, tetapi kalau mendalaminya ada hal lain yang lebih lagi. Itulah esensinya.Diatra Zulaika |
"Lebih seru di Indonesia, tapi lebih nyaman di Jerman dengan infrastruktur yang lebih baik. Orang Indonesia akan senang begitu dapat kerjaan, sementara Jerman banyak yang agak manja. Gregetnya enggak ada padahal kualitasnya tinggi. Saya rasa orang Indonesia kerjanya lebih keras tetapi kualitasnya perlu dinaikkan," katanya.
Selain tampil di rumah opera, Zulaika juga meniti karier musik dengan menjadi penyanyi latar dan membantu rekan-rekan musisi menuntaskan album.
"Andreas Arianto pernah ajak saya isi album orang membawakan lagu-lagu milik orang itu, belum lama saya bantu teman Mesa Sinaga, Yulius Gabriel," ujar pencinta broadway musical itu.
Zulaika juga mengembangkan bakat menyanyi di genre lain. Yang mengejutkan, ia mengaku ingin belajar menjadi sinden. Tapi keinginan itu dilatari rasa bersalahnya karena kurang mempelajari budayanya sendiri.
"Meski dari kecil orang tua saya ajak nonton gamelan, tapi saya tidak pernah duduk di pangkuan ayah saya untuk belajar gamelan, tidak seperti mereka yang di Solo, Yogya, atau Semarang."
Ia melanjutkan, "
Native musik saya klasik dan pop, saya tumbuh besar nonton dan latihan orkestra sambil main biola, bukannya megang gendar."
Uniknya, ketertarikan mempelajari budaya sendiri itu justru timbul setelah dirinya lama di luar negeri. "Ketertarikan saya pada gamelan datang ketika mengikuti seminar di Eropa."
Kini, Zulaika tengah berlibur singkat di Indonesia. Kalau biasanya merencanakan konser atau masterclass, kali ini ia memilih hanya beristirahat. Rencananya untuk dunia musik Indonesia masih jangka panjang.
"Dalam lima tahun ke depan saya akan kelarin kerja di teater dan ambil master lalu balik ke Indonesia," kata Zulaika menggarisbawahi mimpinya.
(rsa/rsa)