Jakarta, CNN Indonesia -- Kolektor dan kurator asal Denmark, Inge-Marie Holst, mengaku kesulitan mencari lukisan Otto yang lama. Meski telah mengoleksi ratusan lukisan Otto, ia merasa masih ingin menemukan karya-karya lama Otto lainnya.
"Kesulitannya adalah mengoleksi karya-karya lama Otto. Kami punya satu yang sangat tua, yakni dari tahun 1958. Itu yang tertua. Tapi, mungkin setelah pameran ini akan ada orang-orang yang mau menjual lukisan lama Otto," ujarnya kepada CNNIndonesia.com di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Lukisan tertua yang dimaksud Inge-Marie adalah koleksi seri tanpa busana, berjudul
Perempuan Putih di Bawah Pelangi. Lukisan dengan seri sama, juga dimiliki oleh mantan Presiden Soekarno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inge-Marie mengatakan, lukisan tersebut perlu perawatan ekstra karena usianya yang cukup tua.
"Itu perawatannya sangat sulit. Karena Otto Djaya tidak kaya, jadi kualitas kanvasnya tidak begitu bagus. Karenanya, ada bagian-bagian yang pupus," katanya.
Meski demikian, Inge-Marie tidak menganggap hal itu sebagai masalah pelik. Ia mengaku menikmati proses renovasi dan restorasi karya-karya lama Otto tersebut.
"Tidak masalah, karena lukisannya bagus. Saya anggap itu seperti sedang merawat bayi," katanya seraya tertawa.
Selain di Indonesia, Inge-Marie mencari karya-karya Otto hingga ke Belanda. Di Negeri Kincir Angin itu, ia bahkan mendapatkan koleksi-koleksi Otto yang lain, seperti buku gambar anak-anak yang dibuat Otto pada 1951 dalam bahasa Belanda.
Inge-Marie bercerita, Otto dan kakaknya yang juga seorang pelukis Agus Djaya, pernah menimba ilmu di Amsterdam selama tiga tahun, yakni pada 1947 hingga 1950.
Saat itu, kakak-beradik itu bahkan sempat beberapa kali menggelar pameran di museum terbesar di Belanda, Stedelijk Museum. Karena itulah Inge-Marie akhirnya memutuskan untuk mencari karya-karya Otto di sana.
Enggan Jual Koleksi Karya OttoInge-Marie mengaku sama sekali tak berniat untuk menjual koleksi lukisan Otto Djaya yang sudah dimilikinya saat ini.
Menurutnya, ratusan lukisan itu sudah seharusnya dikumpulkan dan diperlihatkan kepada masyarakat luas melalui pameran-pameran. Tak hanya di Indonesia, Inge-Marie bahkan ingin memamerkan koleksinya di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan.
"Saya rasa museum-museum di sana tertarik untuk memamerkan koleksi-koleksi seorang pelukis besar. Tapi mungkin akan diperlukan penjelasan-penjelasan mengenai tradisi masyarakat Indonesia yang dilukis Otto, karena sebagian besar dari mereka mungkin belum pernah mendengar soal itu sebelumnya," katanya.
Inge-Marie pun berkukuh, generasi muda perlu mengetahui karya-karya Otto, sehingga bisa mengetahui tradisi bangsa Indonesia tempo dulu.
Wanita yang pernah lama tinggal di Indonesia ini juga merasa prihatin karena kenyataannya di negara ini masih sangat sedikit buku atau tulisan yang mengulas soal seniman-seniman dalam negeri.
"Saya berpikir, seniman-seniman besar di Indonesia seharusnya memiliki buku agar generasi selanjutnya bisa mengetahui apa yang terjadi pada masa lalu," ujarnya.
Hal itu pula, tutur Inge-Marie, yang mendasarinya untuk menulis buku soal Otto Djaya yang berjudul
The World of Otto Djaya (1916-2002).
Selama 3,5 tahun, ia mengumpulkan bahan riset studi pustaka dan wawancara keluarga Otto Djaya di Indonesia dan Belanda, sebelum kemudian menuliskannya menjadi sebuah buku. Publik dapat mengunduh buku tersebut lewat situs resmi
Galeri Nasional Indonesia. (rah/rsa)