Jakarta, CNN Indonesia -- Efek Rumah Kaca (ERK) melihat demo hari ini, Jumat (4/11) sebagai sebuah gerakan mundur. Cholil Mahmud sang vokalis mengatakan, aksi demo sebenarnya merupakan suatu hal yang wajar, apalagi di negara demokrasi yang membebaskan masyarakatnya mengeluarkan pendapat.
Namun ketika isu yang diangkat itu-itu saja, masalah masa lalu, menurutnya itu seperti kembali ke belakang. “Kalau materi demo hal yang begitu saja, kita enggak ada kemajuan.”
Saat berkunjung ke kantor redaksi
CNNIndonesia.com Cholil imbuh menuturkan, “Misalnya demo karena perbedaan agama, perbedaan ras. Mungkin mereka akan mengusulkan nanti calon presiden tidak boleh beretnis tertentu, itu sebenernya balik lagi ke belakang.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demo 4 November meributkan persoalan calon Gubernur DKI Jakarta
incumbent, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang disebut-sebut menistakan agama dengan mengutip Surat Al-Maidah beberapa waktu lalu. Ahok sendiri sudah meminta maaf. Proses hukumnya juga masih berjalan, setelah dirinya dilaporkan ke Bareskrim Polri. Tapi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) masih bergerak, bahkan massa dari daerah-daerah.
Mereka yang masih bersikeras itu, dianggap Cholil kurang menerapkan toleransi. Hukum yang didasari salah satu agama saja, menurutnya, tak bisa serta-merta diterapkan di Indonesia hanya karena mayoritas warganya Muslim. Negeri Khatulistiwa punya landasan hukum sendiri.
“Sepertinya orang-orang mayoritas ini perlu merasakan jadi minoritas dulu. Jadi baru dia bisa menghargai kaum minoritas dengan tepat,” tutur Cholil berpendapat.
Ia sendiri berusaha meredam perbedaan melalui musik. Dikenal dengan lagu-lagu yang membawa isu sosial, ERK punya single berjudul
Kuning yang bisa dibilang tepat menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Ada dua fragmen di lagu itu:
Keberagaman dan
Keberagamaan.
Cholil mengungkapkan, band yang digawanginya bersama Adrian Yunan (vokal), Akbar Bagus (drum), dan Poppie Airil itu membuat Kuning karena merasa seperti ada kebenaran tunggal di Indonesia. Kebenaran menurut kaum mayoritas, yang dalam konteks ini adlaah umat beragama.
"Jadi kebenaran versi dia, berarti yang lain salah dan dia berhak melaksanakan itu. Misalnya dia agama Islam, dia pakai hukum Islam, boleh begini-begitu,” tutur Cholil tentang lagu yang berada dalam album Sinestesia yang dirilis pada Desember 2015 itu.
Dalam fragmen
Keberagamaan, ada penggalan lirik seperti ini:
Manusia menafikan tuhanMelarang atas perbedaanPersepsi dibelenggu tradisiJiwa yang keruhpun bersemiNihil maknanyaHampa surganyaHampaSementara dalam fragmen
Keberagaman, akan terdengar penggalan seperti berikut:
Beragam, berwarnaLestarilah tumbuhnyaBermacam agamaDipancarkan cintanyaSemua bertautan“Ketika menulis, kita berusaha menjernihkan pikiran dan hati. Inginnya [pesan lirik] itu sampai ke orang yang mendengar. Tanggapan pasti berbeda-beda, ada yang setuju dan ada beberapa juga yang kontra," kata Adrian, yang tercatat sebagai pencipta lirik lagu itu.
Kedua hal itu harus diseimbangkan dengan damai, menurut Cholil, sebagaimana hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Selama ini, katanya, lebih banyak yang mengurusi hubungannya dengan Tuhan saja, tanpa diikuti
habluminannas (hubungan antarmanusia).
(rsa/asa)