Jakarta, CNN Indonesia -- Band eksperimental asal Yogyakarta, Senyawa, baru saja menggelar konser 'Tanah + Air' di Gedung Kesenian Jakarta, pekan lalu. Konser ini memberi kesempatan langka bagi para penggemarnya, karena duo Rully Shabara Herman dan Wukir Suryadi ini, lebih sering tampil bermusik di luar negeri.
Ditemui
CNNIndonesia.com di sela-sela kesibukan dalam mempersiapkan konsernya, Rully Wukir mengaku baru pulang ke Tanah Air dari Singapura dan Kuala Lumpur, Malaysia untuk tampil dalam gelaran Asian Meeting Festival 2016.
"Ya intinya kesibukan kami selama beberapa waktu belakangan ini, khususnya dua tahun terakhir, kami banyak sekali tur. Jadi kesibukan Senyawa secara umum adalah tur ke berbagai tempat," ujar Rully, pada Kamis (22/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya sekitaran Asia Pasifik, musik Senyawa telah 'berkelana' hingga ke seluruh penjuru dunia. Musik khas yang menggabungkan teriakan hardcore Rully dan suara indah instrumen tradisional buatan Wukir terbukti ampuh menyihir pecinta musik eksperimental di berbagai negara.
Dalam beberapa waktu terakhir, Senyawa tampil di sejumlah festival berskala besar, seperti Eaux Claires Festival di Wisconsin, Amerika Serikat; CTM Festival di Berlin, Jerman; Old Market Music Festival di Bristol, Inggris; Irtijal Festival, Beirut, Lebanon, dan festival bergengsi lainnya.
Tahun depan, band ini dijadwalkan berkolaborasi Dancenorth dari Australia untuk tampil dalam festival Asiatopa pada 22-26 Februari 2017 di Melbourne Arts Centre, Playhouse, Melbourne, Australia. Tur dilanjutkan dengan pementasan dalam gelaran WOMADelaide pada 13 Februari 2017 di Botanic Park, Adelaide.
Rully mengaku bahwa sebenarnya Senyawa ingin lebih sering tampil di Indonesia. Namun, ia sadar keinginan tersebut sulit terwujud karena banyaknya pertimbangan, termasuk terkait soal standar. Selain itu, tawaran manggung yang datang memang lebih banyak datang dari luar ketimbang dalam negeri.
Senada dengan Rully, Wukir mengatakan, "Sebenarnya saya kira di sini beberapa orang menerima musik kami juga, tapi kebetulan yang banyak merespon itu dari sana (luar negeri), seperti festival-festival yang dari sana. Kenyataannya sejauh ini begitu ya."
Selain sering manggung di Indonesia, Rully mengaku ingin menjajal panggung di Islandia, Rusia, dan negara-negara di Afrika.
Rully dan Wukir pun menegaskan, Senyawa akan tetap menggunakan lirik-lirik berbahasa Indonesia dan bahasa tradisional di Indonesia, seperti bahasa Jawa dan Sulawesi. Menurutnya, bahasa-bahasa ini dirasa lebih pas digunakan pada musik Senyawa.
"Kalau Senyawa itu lebih kepada kebutuhannya. Ini asyiknya menggunakan bahasa apa
ya? Jadi kami pilih yang pas saja, tidak mencoba mereka-reka itu," kata Wukir.
Tetapkan StandarStandar tinggi diterapkan Senyawa kepada pihak-pihak yang menggelar festival atau pertunjukan di luar negeri. Keduanya tidak mau terkesan 'asal main di luar negeri'. Apalagi, tutur Rully, Senyawa sudah berpengalaman manggung di berbagai tempat, sehingga bisa menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak penyelenggara.
"Kami sekarang sudah memberikan standar. Kalau mau main, paling tidak, kami harus tahu kapasitas festival itu seperti apa. Intinya, kami beri syarat yang harus dipenuhi untuk itu. Karena kami sudah berpengalaman," ujarnya.
Standar tersebut diterapkan Senyawa setelah beberapa insiden tidak mengenakkan menimpa saat mereka tampil di luar negeri. Misalnya saja, tutur Rully, saat Senyawa pertama kali manggung di Paris, Perancis beberapa tahun silam. Pada saat itu, terdapat sejumlah penonton yang terlibat adu jotos.
"Bagi kami itu pengalaman buruk, karena kami tidak suka jika ada kekerasan terjadi saat kami sedang main. Tapi itu tidak bisa dihindari. Pengalaman buruk itu banyak terjadi saat pertama kali tur, kalau sekarang semua sudah tertangani, karena kami sudah berpengalaman untuk bisa menghindari itu," katanya.
Wukir melanjutkan, "Kalau sekarang sudah lebih mapan, karena mungkin festival-festival itu sudah tahu kapasitas kami ya. Artinya, seperti panggung dan sound system itu pasti gede, penontonnya pasti banyak. Tapi dulu kami juga pernah manggung dengan penonton yang hanya beberapa orang di tempat yang sempit."
Meski demikian, standar tinggi itu tidak diterapkan di Indonesia. Rully mengatakan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan ketika manggung di Indonesia. Selain itu, Senyawa sudah mengerti kondisi di negeri sendiri seperti apa.
Senada dengan rekannya, Wukir menuturkan, "Kalau main di Indonesia, kami sejauh ini banyak menggelar sendiri. Kami paham risiko dan kondisinya seperti apa, jadi harus membiayai sendiri, dan segala macam."
Konser Tanah + AirRully dan Wukir mengaku senang akhirnya bisa kembali dan menyapa penggemar di Indonesia, setelah berkeliling mempromosikan musiknya ke luar negeri. Rully mengatakan, Senyawa merasa sudah saatnya untuk menggelar konser di Tanah Air dan melakukannya di tempat yang layak.
"Seperti GKJ ini kan tempatnya biasanya dipakai untuk pementasan kesenian yang tinggi. Dan menurut kami, GKJ menarik dijadikan tempat untuk pulang kampung pertama kali, sehingga bisa menghadirkan karya kami dengan lebih layak. Jadi tidak ada yang terlewat, dalam artian sound, visual, dan energinya. Makanya kami pilih tempat yang tepat," ujarnya.
Ingin tampil total, Wukir pun memboyong garu, alat musik tradisional berukuran besar yang dibuatnya, dari Yogyakarta. Karena ukurannya yang jumbo, instrumen ini jarang digunakan Senyawa, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
"Instrumennya
kan besar, jadi kalau dibawa ke luar negeri
kan agak ribet. Mumpung masih di Indonesia dan acaranya kami sendiri yang urus, jadi
ya kenapa tidak sekalian digunakan?" kata Rully.
Selain penampilan spesial garu, Wukir pun membawa instrumen yang dibuat dan dimodifikasinya sendiri, yakni bambu wukir dan solet. Kedua alat musik tradisional ini sudah biasa dibawa Senyawa kala manggung di berbagai tempat.
"Wukir termasuk seorang instrument
builder, banyak membuat instrumen sendiri, tapi tidak semua digunakan untuk Senyawa. Yang paling banyak digunakan biasanya bambu wukir dan solet yang terbuat dari spatula itu. Garu salah satu yang jarang sekali digunakan," ujar Rully.
(rah/rah)