LAPORAN DARI SINGAPURA

Kiprah Seni Rupa Indonesia di Singapore Biennale 2016

Resty Armenia | CNN Indonesia
Minggu, 05 Feb 2017 08:20 WIB
Mengusung tema tradisi dan sejarah yang kaya, tujuh seniman Indonesia mendapat apresiasi tinggi di pameran seni di tingkat internasional.
Seniman Indonesia dianggap percaya diri atas tradisi bangsanya. (Foto: CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tujuh seniman rupa Indonesia menampilkan karya seni yang cukup mencolok di ajang pameran seni rupa kontemporer dua tahunan Singapore Biennale 2016. Tidak hanya dari tampilan, tapi juga dari gagasan yang lekat dengan tradisi dan sejarah Indonesia yang kaya. 

Ungkapan itu disampaikan Tan Siuli, pimpinan tim kurator Singapore Art Museum yang juga pengamat seni rupa Indonesia saat ditemui disela-sela pameran di Singapura beberapa waktu lalu.

Ia menilai seniman rupa Indonesia, lewat karyanya, memiliki kepercayaan diri atas tradisi bangsanya sendiri dalam merespons tema yang diberikan panitia penyelenggara Singapore Biennale 2016, An Atlas of Mirrors. Pada perhelatannya yang ke-lima, ajang dua tahunan itu kali ini diikuti sejumlah negara dari kawasan Asia antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, India, Vietnam, Taiwan, China, Brunei, Kamboja, Myanmar, dan Pakistan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seniman rupa Indonesia itu diantaranya Ade Darmawan, Agan Harahap, Made Djirna, Made Wianta, Melati Suryodarmo, Eddy Susanto, dan Titarubi.

“Lewat karya-karyanya, mereka menelaah narasi sejarah, dan menurut saya itu sangat penting, untuk melihat bagaimana seni kita berkembang saat ini," ujar Siuli menambahkan. 

Sebelumnya, kata dia, para seniman lebih berkaca kepada dunia Barat, yakni Amerika dan Eropa, dalam membuat karya seni dan bahasa visual. Namun, kini seniman asal Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, lebih berani dalam mengekspresikan tradisi bangsanya dalam karya seni yang dibuat masing-masing.

“Seniman Indonesia tidak takut, dalam artian mereka lebih percaya diri untuk menggambarkan tradisi mereka sendiri, baik tradisi budaya maupun tradisi seni, dan kita melihat itu di Biennale kali ini,” katanya.

Singapore Biennale 2016 berlangsung dari 27 Oktober lalu hingga 26 Februari 2017. Pameran tersebut tersebar di tujuh lokasi, antara lain Singapore Art Museum dan SAM di 8Q, Asian Civilisations Museum, de Suantio Gallery di SMU, National Museum of Singapore, Stamford Green, Old Parliament House dan Peranakan Museum.

'The Journey of Panji' menjadi salah satu karya seniman Indonesia yang dipamerkan dalam Singapore Biennale 2016. (CNN Indonesia/Resty Armenia)'The Journey of Panji', karya seniman asal Yogyakarta, Eddy Susanto yang dipamerkan dalam Singapore Biennale 2016. (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Menyambung pendapatnya itu, Siuli lalu merujuk pada salah satu karya milik Eddy Susanto berjudul The Journey of Panji. Karya perupa asal Yogyakarta ini disebutnya sebagai salah satu contoh kreasi yang sukses menggambarkan tradisi khas Indonesia.

"Eddy mampu menggunakan sebuah epik Jawa legendaris untuk memaparkan soal bagaimana ia melihat dunia yang berputar di Asia Tenggara," kata dia. 

Selain karya Eddy, ia juga menyebut nama Titarubi sebagai seniman yang berani mengangkat tradisi dan sejarah bangsa Indonesia dalam karya buatannya, yang diberi judul History Repeats Itself. Ia menganggap karya itu mampu mendeskripsikan masa kelam sejarah Indonesia yang pernah tersohor sebagai negeri kaya rempah dan kekuatan maritim, namun sekarang telah dilupakan karena modernisasi dan koloninisasi.

“Sangat penting bagi saya bahwa seniman dari Asia Tenggara percaya diri untuk menceritakan kisahnya masing-masing,” katanya.

baca berikutnya...

Mulai Diperhitungkan di Asia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER