Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Pemerintah Indonesia dan Malaysia mengusung pantun menjadi warisan dunia takbenda UNESCO Maret lalu, tidak terlepas dari posisi pantun yang sudah mengakar dalam kebudayaan Melayu di kedua negara.
Meski pantun di masa modern kerap diidentikkan dengan ekspresi lawakan, namun hakikatnya pantun adalah bentuk tradisi budaya lisan yang mengajak seseorang dalam kebaikan.
“Pantun itu secara singkat merupakan ekspresi bahasa yang santun dengan aturan," kata Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Indonesia Pudentia MPSS saat ditemui
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pantun adalah filosofi orang Melayu dalam berbahasa yang ringkas, ada aturannya, persajakan untuk menyampaikan berbagai kepentingan dan keperluan.”
ATL merupakan lembaga komunitas yang bersama Pemerintah Daerah Riau mengajukan pantun menjadi warisan budaya takbenda dunia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Organisasi yang dipimpin oleh Pudentia itu sudah melakukan riset mendalam dan lama mengenai pantun hingga akhirnya diajukan serta ditetapkan menjadi warisan budaya takbenda Indonesia oleh Kemendikbud.
Kemudian, pada 31 Maret lalu,
Indonesia bersama Malaysia resmi mengusung pantun menjadi warisan budaya takbenda dunia ke UNESCO.
Pudentia menjelaskan, dalam bahasa Melayu, akar kata pantun berasal dari ‘
pan’ yang berarti sopan atau beretika dan ‘
tun’ bermakna teratur. ‘
Tun’ juga dapat diartikan sebagai arah atau bimbingan.
Kedua kata tersebut membuat pantun bermakna sebagai bahasa yang sopan untuk memberikan arah atau petunjuk dalam hidup.
Secara aturan bahasa, pantun Melayu dikenal memiliki ketentuan umum berupa empat baris yang bersajak
a-b-a-b. Dua baris di awal merupakan sampiran, sedangkan dua baris di bawahnya ialah isi atau pesan yang disampaikan.
Masyarakat Melayu menggunakan pantun dalam berbagai kepentingan mulai dari pergaulan muda-mudi, pernikahan, pembagian harta warisan, hingga menyelesaikan konflik.
Menurut Pudentia, budaya itu sudah berkembang sejak abad ke-15 Masehi dan terus berkembang di kawasan Semenanjung Malaya, hingga saat ini digunakan dalam 35 bahasa dengan ketentuan yang beragam.
Pudentia menjelaskan pantun muncul sebagai bentuk ekspresi dari orang Melayu memaknai kehidupan.
Dalam pantun itu, kata Pudentia, terkandung khazanah pemikiran orang Melayu yang cerdas dalam mengombinasikan perbuatan, kelakuan, dan alam sekitar dalam bentuk bahasa yang berseni.
Berdasarkan data riset ATL, sudah ada 300 ribu bait pantun di Indonesia yang terdata. Jumlah itu akan terus bertambah mengingat masih banyak pantun yang beredar di masyarakat.
Kearifan LokalPantun yang berkembang dari abad ke abad itu terus hidup dalam budaya masyarakat Melayu di Nusantara, terutama Provinsi Riau, salah satu provinsi dengan mayoritas budaya Melayu.
Senada dengan Pudentia, menurut Kepala Dinas Kebudayaan Riau Yoserizal Zen, pantun merupakan bahasa yang biasa dan ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Riau.
“Pantun merupakan kearifan lokal di Riau, hal lazim dan biasa di lakukan,” kata Yoserizal saat dihubungi
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Dalam tradisi budaya Melayu, Yoserizal menyebut pantun seakan tak bisa ditinggalkan. Yoserizal mengatakan hampir semua tradisi lisan menggunakan pantun, seperti randai kuantan, koba, dan kayat.
Randai kuantan merupakan kesenian rakyat asal Kuantan Singingi, Riau, berupa penuturan kisah yang sudah disusun dengan dialog dan pantun logat Melayu Kuantan disertai lagu Melayu sebagai jeda antar babak.
Senada dengan randai kuantan, koba dan kayat juga termasuk tradisi lisan yang berkembang di tengah masyarakat Melayu Riau, berupa penuturan kisah mulai dari keseharian seperti percintaan hingga tuntunan hidup.
Meski hidup dalam banyak sendi kehidupan masyarakat Melayu, Yoserizal mengatakan penutur pantun-pantun pusaka dalam beberapa tradisi lisan itu terus berkurang.
“Kami khawatirkan juga penuturnya jadi kurang, tak ada lagi generasi berikut dalam tradisi itu sehingga punah,” ujar Yoserizal.
Untuk melestarikan pantun Melayu itu, pengajuan pantun menjadi warisan budaya takbenda dinilai ATL dan pemerintah Indonesia sebagai salah satu cara untuk melestarikan kearifan lokal dan identitas Melayu.
Bukan cuma di Indonesia, pantun juga mengakar dalam kehidupan masyarakat negara tetangga, Malaysia.
Director General of Department National Heritage Malaysia Zainah Ibrahim mengatakan pantun secara aktif digunakan dalam percakapan sehari-hari dan kegiatan formal seperti upacara adat maupun peresmian di Malaysia.
“Pantun di Malaysia digunakan di semua tingkatan, mulai dari rumah, komunitas, institusi formal hingga tingkat istana,” kata Zainah kepada
CNNIndonesia.com saat berkunjung ke Jakarta, beberapa waktu lalu.