Jakarta, CNN Indonesia -- Meski tak sepenuhnya sukses, pawang hujan tetap menjadi salah satu andalan penyelenggara acara untuk mengantisipasi persoalan cuaca. Terlebih jika acara dilaksanakan di luar ruangan.
“Sembilan puluh lima persen berhasil," ujar Eko, penyedia jasa pawang hujan mengungkapkan efektivitas bantuannya saat berbincang melalui telepon kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (10/8).
Eko lantas bercerita soal 'ritualnya' memohon agar hujan tidak turun. Menurut dia, seminggu sebelum sebuah acara dilaksanakan umumnya penyelenggara sudah harus menginformasikan kepadanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persiapan butuh seminggu sebelumnya, biasanya mereka sudah tahu itu karena saya harus salat tahajud sebelum acara. Pas acara dimulai, saya zikir selama tiga jam," katanya.
Eko biasanya berzikir di dekat sumber air di lokasi acara. Setelah itu, dia akan berdiam di masjid terdekat.
Sementara itu, pawang hujan lainnya, Arifin mengaku memiliki ritual yang sedikit berbeda. Bila Eko akan berdiam di mesjid selama acara, ia tidak harus melakukan itu.
"Persiapan beda-beda. Kami enggak ada yang khusus, tapi diintesifkan doanya. Kalau yang punya acara mintanya di lokasi, ya ke sana. Kalau enggak harus ke lokasi, kadang di mobil saja atau di masjid," ujar Arifin.
Ia mengaku lebih senang bila tidak diharuskan ke lokasi. Sebab jika diminta ke lokasi, Arifin dan timnya biasanya harus meminta panitia menyediakan ruangan khusus.
"Kalau harus datang, melaksanakan di situ, kami ingin ada ruangan untuk kami. Kalau acara panjang kan biasanya berjam-jam, dan kami enggak bisa yang berisik, harus nyaman, bersih, serta bisa untuk salat. Bisa juga yang punya acara merasa direpotkan, jadi enggak terlalu ingin datang," ujarnya.
Arifin juga membutuhkan biaya lebih untuk transportasi jika ia diharuskan datang ke lokasi acara. Belum lagi, tuturnya, kondisi yang kurang mendukung untuk berdoa secara khusyuk akan mengganggu dan membuat hasil tak maksimal.
Arifin tidak sendirian menghalau hujan. Sejumlah pawang hujan lain membantunya untuk acara yang menghabiskan waktu berhari-hari. Misalnya, untuk lima hari penuh acara, ia dibantu tim yang berjumlah kurang dari 10 orang.
"Pengaturannya, kalau acara pendek, tiga sampai empat jam, itu sendiri. Kalau panjang, harus bergantian, karena enam jam sudah capai, perlu makan, salat, istirahat dan minum. Sehebat apa pun, sendiri itu sulit karena usahanya harus berlanjut, 24 jam berganti-gantian," tutur pria yang telah menyediakan jasa pawang hujan selama 10 tahun lebih itu.
Arifin menegaskan, ritual yang biasa dilakukannya dalam ‘merayu’ hujan agar tak turun, tidak berkaitan dengan ilmu hitam.
Ia menuturkan, ritualnya tidak menggunakan sesajen seperti bawang putih dan cabai, atau mitos melemparkan pakaian. Alih-alih, ia mengklaim menggunakan ritual yang sesuai syariat Islam.
“Rata-rata pawang hujan ada dua [macam], dari dulu dianggap negatif karena ada yang menggunakan ilmu hitam. Kami pakai ilmu putih dengan doa-doa dari kitab Al-Quran, yang hitam itu pakai mantra, enggak memohon ke Tuhan tapi mintanya ke jin," katanya.
"Yang [ilmu hitam] begitu juga enggak mandi. Kalau kami harus bersih karena kan salat juga harus bersih. Jadi bertolak belakang," tambahnya.
Dengan ritual seperti itu, Arifin sukses menyelamatkan festival musik luar ruang seperti We The Fest, Djakarta Warehouse Project, bahkan acara-acara kenegaraan. Jasa Arifin pun digunakan untuk We The Fest tahun ini, yang berlangsung 11-13 Agustus 2017.