Namun sayang, upaya dan izin persiapan yang telah dikantongi dari Dirjen Kebudayaan tak memuluskan jalan Anas membawa Dream Theater ke pelataran Candi Prambanan. Ia tetap kena protes, termasuk dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).
"Kalau tanpa izin, saya tidak mungkin berani. Ini konser besar, konser dunia. ... Semua izin keramaian, semua izin dari TWC sudah keluar, dari Dirjen Kebudayaan sudah keluar, dari Pak Yunus juga sudah berkomunikasi dengan kami langsung. Tiba-tiba muncul (protes keras IAAI) dan tidak ada langkah konkret dari Direktorat Kebudayaan," kata Anas.
"Akhirnya kami merasa sendiri, ya saya harus mengambil keputusan karena bila tidak, akan memunculkan polemik," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapan saya, ya Pemerintah segera menerbitkan regulasi yang jelas boleh tidaknya kami melakukan acara di cagar budaya. Kalau memang tidak boleh, ya semua acara tidak boleh dan regulasinya yang mana harus jelas," kata Anas.
Di sisi lain, Yunus menyampaikan bila pemberian serangkaian peraturan dan persiapan dibutuhkan untuk mengurangi risiko terburuk dari penyelenggaraan konser terhadap bangunan Candi Prambanan.
"Kami mencoba mengurangi risiko, jadi diberikan batas. Dengan aturan seperti itu, secara fisik yang bisa diukur, sudah memenuhi. Namun yang belum terpenuhi masalah persepsi publik [atas dampak musik rock ke candi]," kata Yunus.
"Inilah yang di kami masih berbeda pandangan. Jadi, sikap mereka mundur berarti ada hal yang mereka khawatirkan bila tidak terpenuhi," lanjutnya.
Perlu Ada Tim KhususSementara itu, dosen Institut Seni Indonesia di Yogyakarta, Djohan Salim menyarankan pemberian izin penyelenggaraan di kawasan cagar budaya dilakukan berdasarkan data yang valid.
"Bukan sekedar romantisme menyaksikan (konser di cagar budaya), itu bisa dilakukan dengan data yang cukup valid, kalau tidak ada menjadi masalah," katanya.
"Persoalan pemerintah itu wisata ekonomi kreatif, terjebak dengan ekonomi kreatif. Saya setuju, tapi harus mempertimbangkan aspek antroplogi dan sosiologinya juga," tambahnya.
Djohan pun menyebut bahwa perlu ada tim ahli yang mengkaji lebih dalam soal terkait hal ini, terlebih kawasan Candi Prambanan sendiri baru direhabilitasi pasca kejadian gempa bumi.
"Kita tidak tahu kualitas rehabilitasinya, apakah bisa mengendalikan noise dari sound system, harus ada ahli." katanya.