Jakarta, CNN Indonesia -- Generasi 1990-an pasti tak asing dengan nama Nugroho Setiadi alias Kak Nunuk. Dengan kibor berwarna hitam, ia mengiringi acara televisi bernama
Kring Kring Olala. Ia beraksi memainkan kibor seraya menyunggingkan senyum cerah ketika nama 'Kak Nunuk' diteriakkan.
Dengan senyuman serupa, ia mempersilakan
CNNIndonesia.com masuk ke dalam studio yang ada di rumahnya. Kak Nunuk menyebut area berlantai dua itu sebagai studio mungil. Lantai dasar studio itu berukuran kurang lebih 3 x 3 meter, sedangkan lantai atas 2 x 3 meter.
"Saya kalau bekerja di sini, jadi kerjanya tetap di rumah," kata Kak Nunuk beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Musisi keturunan Belanda itu lalu mengenang lagu anak yang sangat berjaya di era '90-an. Kala itu, banyak wadah untuk memamerkan karya musik anak, seperti stasiun televisi yang kerap menampilkan video musik lagu anak dan berlomba-lomba membuat program anak. Hal itu, ia sebut dengan istilah
showroom.
Meski karya musik anak tak sejaya dulu, sampai saat ini Kak Nunuk masih setia membuat lagu anak. Sejak era '90-an sampai sekarang, kurang lebih ia sudah membuat 400 tembang, di antaranya adalah
Adikku Yang Lucu,
Belajar Bersama,
Cintailah Lautan,
Naik Odong-Odong dan
Lupa Lagi Lupa Lagi.
Kak Nunuk tak pernah asal-asalan menciptakan lagu anak. Ia selalu membuat tembang dengan lirik sederhana dan mudah dipahami anak-anak. Dengan begitu para generasi cilik bisa mudah menghafalkan dan menyanyikan lagu anak.
Pun begitu dengan nada. Kak Nunuk selalu membuat lagu anak dengan jarak nada yang tidak banyak, yakni hanya satu sampai dua oktaf saja.
"Kalau
range nada jauh, anak kecil enggak bisa menyanyikan dan bisa jadi frustrasi. Pak Kasur dan Bu kasur menerapkan ilmu psikologi yang luar biasa dalam karyanya," katanya.
Dunia anak, kata Kak Nunuk, dibagi dalam empat bagian, yaitu usia 1-3 tahun, 3-5 tahun, 5-7 tahun, dan 7-12 tahun. Semakin kecil usia anak, semakin sedikit ragam nada yang digunakan dalam lagu anak.
"Lagu-lagu Sherina, misalnya, itu lagu dengan
range yang jauh dan bukan diciptakan untuk balita, tetapi untuk anak yang lebih dewasa dari itu. Kalau ada balita suka dengar lagu Sherina, ya enggak ada masalah," ujarnya.
Racikan lirik dan nada itu ia kolaborasikan dengan dengan ilmu psikologi yang didapat dari Universitas Indonesia. Ia selalu bertanya dengan detail ketika ada pihak yang minta dibuatkan lagu.
"Bukan hanya perbedaan umur yang penting dalam membuat lagu, tapi kelas sosial juga. Setiap kelas sosial memiliki aransemen yang berbeda," kata Kak Nunuk.
Ia menyayangkan sempat ada lagu yang dinyanyikan Nova Rizqi dan dirasa kurang tepat. Lagu bertajuk
Lelaki Kardus itu bercerita tentang seorang ayah yang selingkuh. Lirik lagu yang diciptakan Achmat Sawadi itu memuat kata-kata yang tak pantas.
"Yang bahaya kalau bahasa itu diartikan sebagai kata kasar oleh anak-anak. Dia tahu arti kata itu dan bisa mengatakan 'Apaan lo lelaki kampret,'" kata Kak Nunuk.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turun tangan mengatasi lagu yang menjadi polemik itu. Lagu itu diadaptasi dari kisah nyata dalam keluarga. Achmat mengaku bersalah telah menciptakan lagu itu.
Selain KPI, gerakan
Save Lagu Anak yang terdiri dari para mantan penyanyi anak juga bertindak. Mereka membuat lagu berjudul
Selamatkan Lagu Anak yang diunggah ke Youtube.
Lagu Anak Dulu dan SekarangDari segi lirik, Kak Nunuk menilai tak ada perbedaan lagu anak dulu dan saat ini. Kebanyakan lagu anak masih bertema pendidikan, kasih sayang, alam semesta dan lain-lain.
Sedangkan dari segi musik sangat berbeda. Menurutnya, saat ini lagu anak mengandung aransemen musik yang lebih beragam. Perbedaan itu wajar karena musik perlu mengikuti perkembangan zaman dan pasar.
Kehadiran Romaria, Adyla Rafa Naura Ayu dan Saga Omar Nagata memberi angin segar pada lagu anak. Namun, Kak Nunuk berpendapat bahwa keberadaan lagu anak saat ini tak bertaji seperti era '90-an.
Selain minim dukungan pasar, Kak Nunuk menyebut tak ada
showroom bagi lagu anak-anak untuk diperdengarkan kepada penikmat utamanya, anak-anak. Televisi saat ini mengais rating, sedangkan acara dengan konten anak tentu tak mampu menarik minat seluruh kalangan pemirsa.
Pun begitu dengan orangtua. "Banyak orangtua yang merasa tidak penting untuk memperdengarkan lagu pada anak-anak sesuai dengan usianya," kata Kak Nunuk.
Ia lantas berharap musisi, penyanyi dan label tak kehabisan akal untuk membuat lagu anak kembali populer. Jalur independen bisa menjadi pilihan tepat, terlebih di era digital seperti saat ini.
(res)