Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan cendekia Swedia langsung bertindak saat tahu
Nobel Sastra tahun ini ditiadakan. Selama ini penghargaan itu dianggap sebagai yang paling prestisius. Tak banyak bicara, kalangan itu pun langsung berencana membuat sebuah penghargaan baru untuk tahun ini.
Diberitakan
AFP, lebih dari 100 intelektual Swedia berkumpul membentuk sebuah lembaga tandingan. Itu akan menyaingi Swedish Academy, yang selama ini menjadi lembaga pemilih dan penyerah penghargaan Nobel namun belakangan dilanda krisis karena kasus
pelecehan seksual.
The New Academy, demikian lembaga itu bernama. Anggotanya adalah para penulis, seniman dan jurnalis. Jumlah totalnya 107 orang. Mereka didirikan dengan tujuan resmi yang tertulis dalam pernyataan bersama, untuk "mengingatkan orang bahwa sastra dan budaya secara luas seharusnya mempromosikan demokrasi, transparansi, empati dan respek, tanpa keistimewaan."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga itu mengklaim akan membuat ajang penghargaan yang transparan dan terbuka.
Hadiahnya uang sebesar US$113 ribu, tidak sebanding dengan Nobel Sastra yang hadiahnya mencapai US$900 ribu. Dana itu didapat dari donasi dan patungan. Kelak, hadiah akan diserahkan pada 10 Desember, hari yang sama dengan penganugerahan Nobel Sastra tiap tahun.
Seluruh pekerja perpustakaan di Swedia sudah diminta untuk memilih nomine. Penulis dengan paling banyak pemilih akan 'diserahkan' ke publik, untuk kemudian dipilih secara online.
Bukan berarti penghargaan itu tanpa juri. Penerbit, profesor sastra, jurnalis budaya dan kritikus menjadi penentu untuk memilih empat nama penulis. Itu harus seimbang: dua laki-laki dan dua perempuan. Keputusann terakhir pun akan ada di tangan para juri itu.
Namun pemenangnya punya syarat. Ia tak harus penulis Swedia, bisa berasal dari berbagai belahan dunia. Namun harus sudah punya buku yang dipublikasikan setidaknya satu buah, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Siapa pemenangnya, akan diumumkan pada 14 Oktober.
Swedish Academy sudah berkomentar atas pembentukan lembaga dan ajang penghargaan 'tandingan' itu. Kata Per Wastberg salah satu anggota kepada
AFP, "Mereka bebas melakukan apa yang mereka mau." Padahal, banyak juga pro kontra beredar soal pembentukan itu.
Langkah Swedish Academy tersandung setelah November lalu sebuah media lokal mempublikasikan testimoni 18 perempuan yang mengklaim diperkosa dan dilecehkan secara seksual oleh seorang figur budaya asal Prancis yang berpengaruh. Figur itu berhubungan dengan Swedish Academy. Mei lalu, mereka mengumumkan Nobel Sastra tahun ini ditiadakan.
Itu merupakan kali pertama dalam 70 tahun tidak ada penghargaan Nobel Sastra.
"Swedia adalah salah satu negara paling demokratis, transparan dan setara gender di dunia. Kita membutuhkan penghargaan sastra yang hebat," kata kolumnis Alexandra Pascalidou.
(rsa)