Jakarta, CNN Indonesia -- Rumah Budaya Rosid, kawasan Cigadung, Bandung dipenuhi potongan majalah bekas. Kolase berjumlah 250 buah itu merupakan karya Nandanggawe yang sedang mengadakan pameran tunggal bertajuk 'Perversion,' berlangsung sejak 2 hingga 8 Agustus 2018.
Semua kolase terbaru karya seniman asal Bandung itu digarap tanpa cat warna. Hanya terdapat goresan tinta pulpen pada bagian tertentu.
"Karya ini saya buat dari potongan majalah bekas," kata seniman bernama lengkap Nandang Gumelar Wahyudi itu ditemui Kamis (2/8) malam. Ia menjelaskan, pamerannya masih menyinggung tema soal tubuh, seperti karya-karyanya yang sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena setiap organ tubuh ini punya sejarah sendiri. Namun ketika disatukan mereka tidak peduli lagi dengan biografinya," pria 48 tahun itu menuturkan.
Ini bukan kali pertama Nandanggawe mengadakan pameran tunggal. Lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung (sekarang ISBI Bandung) itu juga menggelar pameran tunggal kolase pada 2017 lalu, dengan tajuk 'Sirkus.'
Kali ini, Nandanggawe membuat karya seninya dengan memotong, membentuk potongan-potongan kertas itu menjadi kolase atau mosaik, kemudian menempelnya di medium kertas majalah. Goresan pena ia tambahkan agar menyerupai jahitan yang berusaha menyimbolkan implantasi.
Potongan majalah bekas yang dipakai Nandanggawe tidak sembarangan. Salah satu yang menarik perhatian adalah majalah berjudul
Dangkenstein. Itu seakan disengaja, karena Nandanggawe mengaitkan karyanya dengan cerita novel Frankenstein karya Mary Shelley.
"Di mana orang ingin menghasilkan yang sempurna, namun malah mengubah diri sendiri, bahkan jadi seperti monster," ucapnya.
Kurator pameran, Heru Hikayat menyebut karya-karya Nandanggawe sebagai 'godaan yang indah'.
"Ketika Nandang memilih kolase sebagai strategi, bagi saya hal ini makin menonjolkan kecenderungan Nandang pada ihwal bentuk yang tidak tertib karena ketertiban tidaklah mungkin jika tak ada keteraturan," kata Heru.
Teknik kolase, lanjut dia, memang biasanya menghadirkan bentuk tanpa keterkendalian dari senimannya. Potongan kertas atau serpihan warna yang entah berasal dari mana, entah dengan sejarah apa, dibikin menyatu di atas bidang gambar.
"Bentuk, dalam karya Nandang, sejauh pengamatan saya, selalu digoda oleh anasir asing. Ia mudah sekali menjadi
chaos, tak terkendali. Atau, katakanlah, tidak menjadi indah," ucapnya.
(hyg/rsa)