Jakarta, CNN Indonesia --
"Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."Pada 28 Oktober 1928, kalimat tersebut menjadi tonggak awal lahirnya sebuah bahasa baru untuk suatu negara bernama Indonesia. Sembilan puluh tahun kemudian, bahasa itu mengalami banyak kisah perjalanan, mulai dari perubahan hingga kini dalam kondisi terancam.
Selama nyaris sembilan dekade pula,
bahasa Indonesia 'dijaga' dan 'diasuh' oleh sebuah lembaga yang kini dikenal dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (
Badan Bahasa) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai namanya, lembaga inilah yang secara resmi memiliki tugas berat untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa Indonesia seiring perkembangan zaman.
Hikayat lembaga ini dimulai sejak era sebelum kemerdekaan Indonesia, tepatnya di dekade 1930-an.
Kala itu para sarjana Belanda melakukan sejumlah penelitian bahasa, baik oleh pemerintah atau pun swasta, melalui Lembaga Pendidikan Universiter, Kantoor voor Inlandsche Zaken, en Oudheidkundige Dienst.
Di era tersebut, Belanda tampaknya sudah mencium akan potensi besarnya bahasa Indonesia sebagai bahasa baru dan 'anak' dari bahasa penghubung atau lingua franca di Nusantara, bahasa Melayu.
Ide kemunculan bahasa Indonesia sendiri sebelumnya dicetuskan M Tabrani pada 2 Mei 1926 di Kongres Pemuda I, kemudian resmi 'dilahirkan' pada 28 Oktober 1928, dan konsepnya dijabarkan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I pada 28 Oktober 1938. Ki Hadjar Dewantara menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu Riau yang telah mengalami penambahan, pengubahan, dan pengurangan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Meski Indonesia merdeka pada 1945, lembaga untuk mengurus bahasa negara baru dibentuk pada 1947. Kala itu, sebuah panitia kerja dibentuk untuk membentuk suatu lembaga penelitian bahasa.
Namun panitia kerja itu gagal dan pemerintah kembali mengupayakan membentuk lembaga bahasa. Pada Maret 1948, berdirilah sebuah lembaga bernama Balai Bahasa yang dipimpin oleh Amin Dahlan.
Balai Bahasa di era awal-awal hanya mengurusi empat aspek: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Madura. Selain itu, mereka bertugas meneliti bahasa Indonesia dan bahasa daerah, memberi petunjuk dan pertimbangan tentang bahasa ke masyarakat, dan membina bahasa.
Beda Era, Beda ProdukPerlahan tapi pasti pemerintahan Indonesia mengembangkan Balai Bahasa. Namanya pun kemudian berubah sesuai tugas dan fungsi.
Balai Bahasa pernah 'menjelma' jadi Lembaga Bahasa dan Budaya (1952), Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (1959), Direktorat Bahasa dan Kesusastraan (1966), Lembaga Bahasa Nasional (1969), Pusat Pembinaan, Pengembangan Bahasa (1974) dan Pusat Bahasa (2000).
Di sisi lain, seiring dengan perubahan lembaga bahasa, beragam produk kebijakan terutama tentang ejaan bahasa Indonesia juga mengalami metamorfosis.
Metamorfosis itu mulai dari penggunaan ejaan van Ophuijsen yang memiliki kaidah huruf oe dibaca u, tj dibaca c, j dibaca y pada awal abad ke-20, kemudian beralih dengan ejaan republik di awal kemerdekaan dengan oe menjadi u, lalu ejaan pembaruan pada Kongres Bahasa Indonesia II di Medan, ejaan Melindo pada 1959 yang berdasarkan kesepakatan dengan Malaysia.
Lama tak mengalami perubahan, tatanan bahasa Indonesia mendapatkan gebrakan di era Orde Baru dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada 1972 yang menghilangkan ejaan van Ophuijsen dan awal republik, diteruskan dengan ejaan bahasa Indonesia (EBI), dan kini yang terbaru adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang tak jauh berbeda dari EYD kecuali dari segi huruf kapital dan penebalan.
[Gambas:Instagram]Tantangan bahasa Indonesia dan Badan Bahasa di era milenial semakin besar, lanjut ke halaman selanjutnya...
Kini di era milenial, setelah terbitnya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010, lembaga bahasa ini memiliki nama resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Seperti namanya, Badan Bahasa memiliki tiga tugas utama: mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa Indonesia. Beberapa kegiatan dilakukan lembaga ini sebagai bukti mengembangkan bahasa Indonesia di tengah pesatnya perkembangan zaman, salah satunya menambah kosa kata baru Kamus Besar Bahasa Indonesia alias KBBI.
KBBI, sebagai cerminan perkembangan bahasa Indonesia, disebut Kepala Badan Bahasa Prof Dadang Sunendar telah mengalami penambahan kata yang cukup besar di era milenial. Ia menyebut setiap tahun ada 2.000 sampai 3.500 kata baru.
Total kata yang saat ini telah tercatat mencapai 127 ribu dengan 130 ribu makna.
Belum lagi dengan pemutakhiran KBBI, terutama di versi online alias daring, yang kadang membuat akses publik ke 'kitab suci' bahasa Indonesia itu tersendat.
"Sejak dua tahun lalu merilis KBBI daring, mendapat sambutan positif. Sejauh ini ada 26 juta pencarian dan ada 25 ribu akun," kata Dadan saat bertemu
CNNIndonesia.com di kantor Badan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Menunggu PermintaanBila pengembangan diimplementasikan sebagai --salah satunya-- penambahan kosa kata, tugas pembinaan yang dimiliki Badan Bahasa bisa berbentuk penyuluhan ke sekolah, media massa, perusahaan swasta maupun negeri.
Namun Badan Bahasa mengakui hanya melakukan penyuluhan ke sekolah saat diminta. Alasannya, penyuluhan ke sekolah secara rutin merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Dadang menyebut sebenarnya Badan Bahasa bisa mengundang guru untuk diberikan pembinaan bahasa Indonesia.
Namun hal itu terjadi ketika si guru mendapatkan nilai di bawah rata-rata saat Uji Kompetensi. Tentu kala dipanggil, mereka tak akan dijelaskan karena nilai yang buruk.
"Dalam pembinaan termasuk pengiriman ahli bahasa untuk beberapa kasus. Hampir setiap minggu ada, biasanya kami kirim ke kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemerintah daerah. Sekarang lagi menonjol dugaan tindak pidana ujaran kebencian," kata Dadang.
Sedangkan tugas melindungi diartikan masih untuk bahasa daerah. Perlindungan ini pun masih sebatas pencatatan bahasa daerah di Indonesia, dan sejumlah katanya diserap menjadi bagian bahasa Indonesia.
Di tengah era perkembangan global, bahasa Indonesia sebenarnya membutuhkan perlindungan lain. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa Indonesia yang mulai tergerus dengan bahasa asing oleh masyarakatnya sendiri.
Ambil contoh fenomena
Anak Jaksel yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Fenomena tersebut sejatinya merupakan gambaran porsi bahasa asing yang secara perlahan namun pasti mulai mendominasi kehidupan anak milenial.
Salah satu faktor yang membuat hal itu bisa terjadi adalah pengembangan bahasa Indonesia yang terbilang lama dan kurang informatif. Setidaknya butuh waktu enam bulan untuk satu kata baru masuk dalam KBBI, sementara bahasa asing baru terus masuk ke Indonesia.
Hal itu terjadi pada kata selfie dan netizen. Keduanya sudah membuat padanannya di KBBI, swafoto untuk selfie dan warganet untuk netizen. Namun karena proses cukup lama dan kurang informatif ketika sudah ada padanan, akhirnya masyarakat Indonesia lebih akrab dengan selfie dan netizen.
Munsyi alias guru bahasa Remy Sylado mengatakan enam bulan untuk memasukkan kata ke KBBI merupakan waktu yang relatif. Relatif lama dan relatif cepat. Ia mengakui bahasa Indonesia memang berkembang, tetapi hanya terbatas pada bahasa-bahasa yang sedang tren.
"Bahasa Indonesia bisa dibilang sebagai tawanan dari mode yang berkembang. Begitu lho," kata Remy saat dihubungi
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.
Suara sumbang soal pembinaan juga datang dari ujung tombak pengajaran bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia Cikal Kindergarten School Atik Agustini mengatakan sempat ada pelatihan dari Kemendikbud beberapa tahun lalu, tapi kegiatan itu tak lagi berlangsung lagi.
Padahal, ia mengakui guru-guru menginginkan dan senang bila ada pelatihan rutin dari pemerintah. Apalagi bagi Atik yang mengajar bahasa Indonesia di sekolah yang berkurikulum internasional seperti Cikal.
"Bukan masalah bisa atau enggak bisa, tapi alangkah baiknya kami dapat dari ahlinya supaya referensi juga tambah banyak. Kalau referensi makin banyak itu akan memperkaya guru," kata Atik.
Atik menjelaskan Cikal tidak memiliki metode khusus untuk pelajaran bahasa Indonesia. Semua guru selalu menyisipkan bahasa Indonesia pada semua kegiatan. Bahkan mereka harus menerjemahkan ucapan siswa yang berbicara dengan bahasa Inggris di kelas.
"Dalam sesi bahasa Indonesia, ada anak yang enggak mengerti dan dia tanya 'what are you talking about miss atik?', lalu saya jawab 'oh maksud kamu apa yang sedang aku bicarakan?'," kata Atik.
Polemik kegagapan Badan Bahasa dan berbahasa Indonesia di era milenial kali ini coba diangkat oleh CNNIndonesia.com dalam liputan khusus (Fokus) ini.
Fokus ini bukan untuk mencari kambing hitam, melainkan membuka pandangan bahwa meski memiliki lembaga resmi yang bertanggung jawab akan bahasa Indonesia, bahasa ini merupakan kesepakatan seluruh bangsa Indonesia sejak sembilan puluh tahun lalu dan menjadi tugas bersama.