Jakarta, CNN Indonesia -- Penyanyi keroncong
Mus Mulyadi menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (12/4) pagi. Pria kelahiran Surabaya ini merupakan salah satu pionir dalam musik keroncong di Indonesia.
Sepanjang kariernya, Mus dikenal telah mendirikan beberapa band sejak masih remaja. Mulai dari band Irama Puspita, Arista Birawa, hingga Favourite Group. Ia pun melahirkan sejumlah hit seperti
Kota Solo,
Dinda Bestari,
Telomoyo, dan
Jembatan Merah.
Terlahir dengan nama Mulyadi, Mus tumbuh dan besar di sebuah kota bernama Buaya. Asal-usulnya itulah yang tampaknya menjadikan dia dijuluki sebagai Buaya Keroncong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, bakat seni sang anak ketiga dari delapan bersaudara itu tumbuh secara otodidak karena pengaruh dalam keluarganya yang merupakan seniman. Tanpa paksaan dari orangtua, ia mengikuti jejak sang ayah, Ali Sukarni yang berprofesi sebagai pemain Gamelan. Mus bersama tiga saudaranya kemudian ikut berkecimpung di dunia tarik suara.
Dua kakaknya, yakni Sumiati berprofesi sebagai penyanyi keroncong di Belanda dan Mulyono dikenal di Surabaya sebagai penyanyi keroncong. Selain itu, adiknya Mus Mujiono pun ikut terjun ke dunia musik dengan memilih jalur musik jazz dan pop.
Karier pertama musik Mus berawal dari band Irama Puspita yang ia dirikan semasa remaja di Surabaya dengan personel 13 wanita. Dalam band itu, Mus belum terjun langsung untuk tampil di atas pangsung. Ia memilih untuk berada di balik layar sebagai pelatih.
Namun perjalanannya tak mulus. Tiga orang anggota dari grup itu secara diam-diam hengkang dan membentuk band wanita sendiri di ibukota dengan nama Dara Puspita. Salah satu band wanita legendaris yang beranggotakan Titiek AR, Lies AR dan Sugien alias Susy Nander.
Usai dengan Irama Puspita, Mus kemudian bergabung dengan sebuah grup band Arista Birawa pada 1964 yang dibentuk oleh Busro Birawa. Personelnya adalah ia sendiri sebagai pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis, sementara Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum, M.Yusri pada gitar, Oedin Syach pada gitar, bersama Sonata Tanjung.
Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album
Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada 1965. Belakangan band itu menghasilkan album rekaman lokal
Si Ompong & Masa Depanmu di Serimpi Recording tahun 1972 tanpa keterlibatan Mus Mulyadi. Kemudian dirilis ulang pada 2005 di Recording Shadoks-Jerman.
Dua tahun setelah bergabung dengan Arista Birawa, Mus sempat mengembara ke Singapura bersama Jeffry Zaenal dan Arkan atas ajakan Jerry Souisa sebagai pemimpin grup. Meski sempat ragu, ia akhirnya nekat pergi untuk melakukan tur pertunjukan di negeri Singa itu.
Hanya saja, perjalanannya lagi-lagi terhambat. Selama dua tahun di sana, mereka tak kunjung mendapatkan tawaran manggung hingga sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunta-lunta tanpa makanan, pekerjaan, serta uang. Namun kondisi itu juga yang kemudian menguatkan Mus dan kawan-kawan untuk mulai berusaha mengubah nasib.
Mus belajar menciptakan lagu dan lahirlah lagu-lagu seperti
Sedetik Dibelai Kasih,
Jumpa dan Bahagia,
Kr Jauh di Mata hingga terkumpul sepuluh lagu. Mereka pun membentuk sebuah band yang diberi nama The Exotic dan menawarkan karya-karyanya kepada Live Recording Jurong pada 1969.
 Musisi Mus Mulyadi berpulang pada Kamis (11/4) pagi di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. (CNN Indonesia/Resty Armenia |
Sejak itu, mereka berhasil membuat dua album pop dan keroncong dalam bentuk vinil yang biasa disebut EP7 (Extended Play). Dalam sampul album tersebut, Mulyadi secara resmi mulai menggunakan nama Mus Mulyadi untuk nama panggungnya, yang diambil dari penggalan nama sang ibu, Muslimah.
Sepulang dari Singapura, Mus merekam album solo di Remaco diiringi kelompok mendiang A. Riyanto, Empat Nada Band, yang kemudian mengajaknya bergabung dalam band. Riyanto ingin mengubah konsep Empat Nada, yang mulanya sebagai band pengiring tetap di Remaco, menjadi sebuah band mandiri.
Namun Mus kemudian membentuk band baru dengan nama Favourite Group. Anggota awalnya adalah Mus Mulyadi (vokal/rhythm), dan empat anggota band Empat Nada, yaitu A Riyanto alias Kelik (keyboard/vokal), Nana Sumarna (bass), Eddy Syam (gitar), dan M. Sani (drum).
Mereka kemudian rekaman di Musica Studio dan meluncurkan hit seperti
Cari Kawan Lain,
Angin Malam,
Seuntai Bunga Tanda Cinta, serta
Nada Indah. Rekaman itu ternyata meledak dan langsung mengangkat popularitas band ini. Namun selepas album perdananya, anggota band sempat bergonta-ganti hingga Mus sendiri sempat ditawari membuat album solo.
Dalam album tersebut, Mus Mulyadi dibuatkan sebuah lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul
Rek Ayo Rek. Lagu ini ikut meledak di pasaran, bahkan menjadi legenda dan salah satu ikon abadi kota Surabaya.
Setelah menyelesaikan album keempat bersama Favourite Group, Mus Mulyadi kemudian memilih mengundurkan diri dan untuk berfokus pada karier solonya. Posisinya kemudian digantikan oleh Mamiek Slamet pada 1978 setelah sempat mengalami kekosongan.
Baru setelah keluar dari grup ini, Mus mulai mencoba menyanyikan lagu keroncong pop yang langsung mendapatkan sambutan luar biasa. Sejak itu juga, julukan 'Buaya Keroncong' pun melekat padanya.
Setelahnya ia pun sempat menjajal musik dangdut dan akhinya reuni bareng Favourite Group pada 1978.
Terlepas dari karier bermusik, Mus juga pernah menjejak dunia film dengan membintangi film
Putri Solo pada 1974, beradu akting dengan Mieske Bianca Handoko, Harris Sudarsono, Ratmi B-29, Rendra Karno, S. Poniman, Chitra Dewi, Debby Cynthia Dewi dan lainnya. Setelah itu ia juga bermain di film
Aku Mau Hidup bersama Emilia Contessa dan aktor Ferry Irawa, Chitra Dewi, Mansjur Sjah, M. Panji Anom, serta S. Poniman.
Sepeninggal wafatnya rekan-rekan Mus di Favourite Group, ia sempat menjadi pilar terakhir grup legendaris itu. Namun kini, grup ini benar-benar tinggal kenangan serta karya-karyanya yang masih melekat.
Mus menyusul kawan-kawannya, A. Riyanto, B. Hariadi, Nana Sumarna, Tommy W.S yang lebih dulu pergi. Kabar duka itu datang langsung dari putranya, Erick Haryadi lewat sebuah unggahan di Instagram.
"Selamat jalan Papa, papa udah enggak sakit lagi... maafin aku yang belum bisa membahagiakan papa, papa sudah bersama Bapa di Surga," demikian dalam keterangan unggahan tersebut.
Belum diketahui secara pasti penyebab kematian penyanyi sang buaya keroncong itu. Namun ia dilaporkan telah lama mengidap penyakit diabetes.
[Gambas:Instagram] (agn/rea)